Tahun 2024 ini rakyat Indonesia akan mengadakan perhelatan besar: Pemilu untuk meneruskan regenerasi kepemimpinan. Ada banyak pendapat bahwa Indonesia sedang mengalami "democracy backsliding" sehingga kualitas hasil Pemilu kali ini banyak diragukan. Betulkah?
April 2024
Hari ini
Mg Sn Sls Rb Kms Jmt Sbt
31123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
2829301234
567891011
 

Pelatihan dan Lokakarya



Penyerapan dan Efektivitas Anggaran Daerah, hotel Garden Palace, Surabaya
17 Februari 2012
Banyak pihak telah mengeluhkan bahwa peran anggaran publik di Indonesia terhadap peningkatan kemakmuran rakyat belakangan ini sangat kecil. Sebuah sumber menyebut bahwa kontribusi anggaran publik itu hanya sekitar 9,5% (Radhy, 2011). Masalahnya adalah bahwa penyerapan APBN maupun APBD itu begitu rendah sedangkan prioritas anggaran tidak benar-benar digunakan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Tetapi mengapa pemerintah seolah-olah kehilangan akal untuk mengatasi hal ini? Apa saja yang telah dan akan dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kebuntuan anggaran publik itu? Apakah strategi "debottlenecking" yang berulangkali disebutkan oleh Presiden itu? Bersama para anggota DPRD, saya membahas mengenai persoalan ini di Surabaya. Saya berharap para wakil rakyat itu tidak hanya menjadi penonton, apalagi hanya sekadar berkeluh-kesah namun tidak berusaha mendorong perumusan strategi kebijakan yang lebih baik. Di hadapan para anggota DPRD kabupaten Kutai Kartanegara, saya juga menunjukkan betapa besarnya anggaran untuk belanja pegawai kabupaten ini yang mencapai lebih dari Rp 1 triliun sedangkan banyak program yang belum menyentuh masalah kesejahteraan rakyat. Kebijakan radikal tampaknya harus dilakukan untuk mengubah paradigma anggaran publik selama ini. [selengkapnya...]
 
Penyusunan Rencana Kerja DPRD Kab Rembang, hotel Santika Premiere, Semarang
19 Januari 2012
Menurut Kementerian PDT, kabupaten Rembang yang dikenal sebagai daerah tertinggal kini sudah keluar dari status yang tidak mengenakkan tersebut karena berhasil menekan angka kemiskinan hingga di bawah 14 persen. Tetapi apakah benar bahwa pembangunan di kabupaten ini benar-benar telah mengangkat tingkat kesejahteraan rakyatnya? Berbeda dengan pada masa Revolusi Hijau tahun 1970-an, daerah agraris saat ini memang lebih sering identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Itulah sebabnya, banyak strategi yang dikembangkan oleh Pemda Rembang juga terkait dengan rencana investasi pabrik semen di desa Tegaldowo, pengembangan kawasan water-front city, dan berbagai kebijakan di luar sektor agraris. Dalam forum Bamus DPRD Kabupaten Rembang ini, saya berusaha meyakinkan bahwa mengingat lebih dari 45% PDRB masih berbasis agraris, kebijakan yang harus diagendakan untuk daerah ini hendaknya tetap memperhitungkan pengembangan sektor primer ini. Masalahnya adalah, seperti banyak terjadi di daerah yang lain, arah kebijakan legislatif sejauh ini masih terlalu banyak pada pembuatan Perda menyangkut pajak daerah, retribusi, dan berbagai macam pungutan lainnya. Saya berharap bahwa para anggota legislatif itu dapat memelopori perubahan kebijakan yang signifikan. Bisakah itu? [selengkapnya...]
 
Peningkatan Efektivitas Belanja Modal di Daerah, hotel d'Maleo, Mamuju, Sulawesi Barat
29 Desember 2011
Sebuah kesempatan yang langka untuk dapat mengunjungi sebuah daerah yang para aparatnya sedang bersemangat untuk mencari cara terbaik untuk membangun daerah dan meningkatkan kemakmuran rakyat. Saya memenuhi undangan Bupati Mamuju, Sulawesi Barat, untuk berbicara di depan lokakarya tentang transformasi kepemimpinan untuk menunjang kegiatan pembangunan di daerah. Saya coba memahami permasalahan di daerah ini dengan melihat rencana pembangunan untuk tahun fiskal 2012 dengan mengaitkannya dengan permasalahan di tingkat nasional, yaitu masih rendahnya proporsi belanja modal di dalam APBD. Saya berharap pertemuan singkat selama dua hari ini benar-benar bermakna bagi pembaruan kebijakan di kabupaten ini. [selengkapnya...]
 
Sistem Pemilu dan Eksistensi Parpol, hotel Sahid, Jogja
23 Desember 2011
Inilah untuk kesekian kalinya saya berbicara di depan para anggota DPRD Nganjuk. Tampaknya "chemistry" yang saya buat dalam diskusi dengan para anggota dewan di Nganjuk sudah cocok sehingga berulang-kali saya dipanggil oleh Sekwan untuk memaparkan materi. Tetapi kali ini yang saya bahas adalah mengenai sistem Pemilu Legislatif dan konsekuensinya bagi eksistensi Parpol. Tampaknya kegelisahan para politisi terkait dengan rencana format Pemilu tahun 2014 tidak hanya terasa di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat lokal. Itulah sebabnya, pembahasan mengenai perubahan UU No.10/2008 tentang Pemilu Legislatif, terutama mengenai apakah nanti menggunakan Sistem Proporsional Tertutup atau Sistem Proporsional Terbuka, masih menjadi sumber perdebatan sengit. Di luar kedua kemungkinan itu, tampaknya Sistem Distrik yang oleh banyak kalangan dipandang lebih bisa menjamin akuntabilitas politisi kepada publik justru semakin sayup terdengar. Ini mungkin akan mewarnai lansekap perdebatan tentang sistem elektoral di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. [selengkapnya...]
 
Peningkatan PAD dan Pembiayaan Pembangunan: Kasus Kab Kebumen, hotel Jayakarta, Jogja
25 November 2011
Banyak politisi dan pejabat daerah yang melihat bahwa peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) adalah suatu kebijakan yang mutlak dilakukan dan harus dikejar. Saya melihat bahwa sesungguhnya persepsi tentang upaya menggenjot PAD ini untuk sebagian sudah keliru dan salah arah. Yang jauh lebih penting adalah apakah PAD itu memang benar-benar dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di daerah itu sendiri. Dari pengalaman di banyak daerah, bahkan sebenarnya PAD akan otomatis meningkat kalau rakyat sudah sejahtera sehingga surplus yang mereka miliki bisa menjadi kontribusi yang signifikan dalam bentuk pajak dan retribusi. Keharusan untuk menciptakan sistem belanja APBD yang produktif bagi daerah juga seringkali terlupakan ketika semua perumus kebijakan berusaha ingin mencapai target PAD. Inilah sebagian dari isu kebijakan yang coba saya bahas bersama para anggota DPRD kabupaten Kebumen. Saya sadar bahwa pendapat saya mungkin termasuk melawan arus dan mungkin tidak disukai oleh banyak politisi daerah. Tetapi bagaimanapun saya ingin terus menumbuhkan kesadaran bahwa demokratisasi lokal di Indonesia mestinya diisi dengan hasil yang lebih bermakna, yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat melalui kontribusi dari belanja APBD yang signifikan. Soal ini, rakyat tidak mungkin terus menunggu. [selengkapnya...]
 
Penyusunan LKPJ Kabupaten Pemekaran: Kasus Nagekeo, hotel Saphir, Jogja
12 November 2011
Hasil dari gelombang pemekaran daerah tidak terlalu memuaskan meskipun dari segi politik tetap dapat diterima oleh sebagian rakyat di daerah. Betulkah kabupaten-kabupaten baru itu lebih banyak menghabiskan DAU untuk membangun kantor bupati, gedung DPRD dan kompleks Pemda? Apakah kabupaten hasil pemekaran itu membelanjakan sebagian besar proporsi belanja tak langsung untuk gaji pegawai? Inilah sebagian dari pertanyaan yang saya bahas bersama para pegawai Pemda kabupaten Nagekeo. Sebagai sebuah kabupaten dengan volume APBD terendah kedua di Nusatenggara Timur, Nagekeo memiliki banyak keterbatasan baik dari sumberdaya keuangan maupun sumberdaya manusia. Sementara ada banyak kabupaten lain yang memiliki total pendapatan triliunan rupiah, APBD kabupaten Nagekeo hanya bermodal pendapatan total sebesar Rp 332,4 miliar yang sebagian besar berasal dari subsidi pemerintah pusat. Namun saya berharap bahwa keterbatasan itu tidak menyurutkan para pejabat dan pegawai kabupaten ini untuk melakukan tugas mulia, membangun daerah dan memakmurkan rakyatnya. Keseriusan dalam menyusun LKPJ sebagai bentuk dari akuntabilitas Pemda kepada rakyat harus tetap dijaga dan bahkan ditingkatkan. [selengkapnya...]
 
Rancangan Perda Inisiatif DPRD, Komisi A, DPRD Jawa Tengah, hotel Paragon Solo
29 Oktober 2011
Kritik yang pedas mengenai indikasi korupsi oleh para politisi sudah sering dilontarkan oleh publik. Tetapi yang acapkali dilupakan adalah kenyataan bahwa produktivitas para politisi yang menduduki kursi Dewan, baik di pusat maupun di daerah, memang masih rendah dalam soal legislasi. Betulkah bahwa kinerja legislasi yang rendah itu terjadi karena peraturan yang mengikat mengenai proses legislasi? Bagaimana dampak UU No.12 tahun 2011 tentang proses penyusunan peraturan perundangan terhadap proses legislasi di daerah? Inilah sebagian tema yang diangkat dalam kesempatan lokakarya dengan DPRD provinsi Jawa Tengah, khususnya Komisi A, di Solo. Barangkali saya tidak mungkin menawarkan solusi yang dapat memecahkan persoalan produktivitas legislasi di banyak daerah. Namun setidaknya saya berharap bahwa ada peningkatan kesadaran diantara para wakil rakyat itu bahwa kerja keras memang dituntut seandainya citra tentang para politisi di Indonesia ingin betul-betul diperbaiki. [selengkapnya...]
 
Analisis Kebijakan Publik untuk Sektor Tenagakerja dan Transmigrasi, hotel Kaisar, Jakarta, 28 Okt 2011
29 Oktober 2011
Bersama Dr. Ambar Widaningrum, saya mendapat kesempatan untuk memandu diskusi studi kasus dan Rencana Tindak (Action Plan) dalam pelatihan Analisis Kebijakan Publik bagi para pegawai di Biro Perencanaan Kementerian Tenaga-kerja dan Transmigrasi. Dengan tetap tingginya angkatan kerja yang mencari kesempatan kerja sedangkan kemampuan dan keterampilan mereka yang terbatas, masalah ketenagakerjaan dan transmigrasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi masa depan Indonesia. Namun tampaknya begitu banyak rumusan kebijakan di sektor ini yang masih terkesan tambal-sulam atau kurang menukik langsung pada persoalan kebijakan yang dihadapi. Hubungan industrial yang rawan konflik, pengiriman tenaga-kerja ke luar negeri yang kurang profesional, korupsi dalam asuransi dana Jamsostek, dan kerusuhan di kawasan transmigran hanya merupakan sebagian dari belantara masalah kebijakan di bidang ketenagakerjaan dan transmigrasi. Dengan pembahasan studi kasus dan rencana tindak di Biro Perencanaan, saya menantang para perencana di Kemenakertrans untuk memecahkan begitu banyak persoalan ini dengan pisau analisis yang lebih tajam. Tidak semua diskusi terekam dalam paparan yang saya unggah di sini. Tetapi mudah-mudahan para peserta masih akan bisa mengembangkan perangkat analisis kebijakan yang diperoleh dalam lokakarya untuk membuat garis kebijakan yang lebih baik di masa mendatang. [selengkapnya...]
 
Indikator Kinerja dalam Organisasi Publik, MAP-UGM, 22 Oktober 2011
22 Oktober 2011
Salah satu keluhan masyarakat yang senantiasa ditujukan kepada organisasi publik adalah kinerja yang rendah. Efisiensi, efektivitas dan responsivitas senantiasa menjadi titik lemah bagi organisasi publik jika dibandingkan dengan organisasi swasta. Mengapa ini selalu terjadi dan apa yang dapat dilakukan? Persoalan tampaknya bermula dari tidak jelasnya indikator yang digunakan untuk menilai kinerja individu atau kinerja satuan dalam organisasi publik. Ketika menjadi PNS, banyak pegawai yang tidak paham apa yang sesungguhnya diharapkan oleh organisasi darinya. Sementara itu, banyak pejabat yang tidak melihat pentingnya rumusan indikator kinerja (performance indicators) yang bersifat SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Time-Bound). Oleh sebab itu, sangat penting bagi semua satuan di dalam organisasi publik, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, untuk memahami cara-cara merumuskan indikator kinerja yang baik. Jika indikator kinerja itu sudah mapan, barulah kita bisa berharap bahwa iklim kinerja organisasi akan dapat diperbaiki. [selengkapnya...]
 
Implikasi Desentralisasi Fiskal bagi Pendanaan Pembangunan di Daerah, Transforming Leaders Indonesia, Badiklat Kemdagri, 14 Sept 2011
14 September 2011
Pemberitaan di media tentang keberangkatan 19 orang bupati dan walikota ke Harvard Kennedy School of Government sangat kritis dan kurang bersahabat. Tetapi saya yang ditunjuk oleh panitia dari HKS bersama dua teman dari UI (Prof.Dr. Eko Prasojo dan Dr. Ahmadi H. Ringoringo) berusaha untuk menempatkan masalah ini pada proporsinya. Pertama, dari segi pendanaan secara formal kegiatan pelatihan ini memang tidak dibebankan kepada APBD di masing-masing daerah. Dana untuk pelatihan ini ditanggung oleh Rajawali Foundation yang menyalurkan dananya ke HKS. Bahwa kemudian masing-masing bupati mendapatkan tambahan uang saku dari APBD, itu soal lain yang tim fasilitator tidak punya otoritas untuk mengubahnya. Kedua, dari rancangan pelatihan di Harvard, tampaknya jadwal begitu ketat. Jam 8 pagi sampai jam 5 sore setiap peserta harus tetap ada di dalam kelas mengikuti pelatihan. Saya belum tahu bagaimana pelaksanaan sesungguhnya. Tapi saya masih berharap bahwa pelatihan ini akan benar-benar dilaksanakan secara serius dan tidak sekadar untuk jalan-jalan sebagaimana ditulis oleh media. Pada waktu pelatihan pendahuluan di Jakarta, saya mendapat kesempatan untuk mengupas materi yang sebagian disampaikan oleh Jay Rosengard. Di sini saya bagi pengalaman tentang penggunaan dana setelah kebijakan Desentralisasi Fiskal dengan mengambil contoh struktur APBD di beberapa daerah. [selengkapnya...]



 
   Copyright © 2020 Wahyudi Kumorotomo. All rights reserved.