Kuliah Perencanaan Sosial di Program S2 PSdK, Fisipol UGM
[selengkapnya...]
Indikator untuk Perencanaan Kebijakan Sosial
14 Oktober 2010
Untuk membuat rumusan kebijakan sosial yang baik para perumus kebijakan seringkali melupakan hal yang paling mendasar, yaitu mengenali dan menggunakan indikator masalah-masalah sosial. Indikator ini ada yang bersifat kuantitatif dan sudah tersedia di banyak lembaga statistik, dan ada yang bersifat kualitatif yang harus diperoleh dari banyak publikasi penelitian. Pengenalan terhadap indikator kemiskinan, misalnya, seringkali masih menjadi titik lemah dari pemahaman para perumus kebijakan. Akibatnya, bahkan untuk menghitung Indeks Gini, PQLI (Physical Quality Life Index), head-count measure, angka kemiskinan relatif, dsb, masih banyak yang belum paham. Saya berharap para mahasiswa S-2 Kebijakan Sosial Fisipol UGM tidak mengulangi kesalahan dalam perumusan kebijakan hanya karena kurangnya pemahaman terhadap indikator-indikator semacam ini.
[selengkapnya...]
Silabus Perencanaan Sosial, Program S2 Kesejahteraan Sosial, Fisipol UGM
03 Oktober 2010
Ada tambahan tugas untuk mengajar pada Semester I 2010/2011 ini, yaitu untuk matakuliah Perencanaan Sosial di program S2 Kesejahteraan Sosial, Fisipol UGM. Ini bukan merupakan matakuliah baru, tetapi argumentasi dasar yang melatarbelakanginya bagi strategi pembangunan di Indonesia saya kira sangat penting. Dalam beberapa tahun belakangan ini, banyak ekonom dan pakar pembangunan yang mengklaim bahwa kondisi ekonomi Indonesia sudah membaik setelah diterjang krisis selama dua kali, yaitu pada tahun 1998 dan tahun 2008. Konon posisi daya-saing Indonesia secara internasional juga meningkat. Tetapi mengapa indikator mikro kita masih menyedihkan. Fenomena kurang gizi dan kemiskinan masih ada di mana-mana. Pengangguran, kekerasan di jalanan, dan keterbelakangan masih tampak di depan mata di hampir semua daerah. Semua itu menunjukkan bahwa strategi pembangunan sosial kita, dan sistem perencanaan pembangunan yang berlaku, belum menjawab semua permasalahan pembangunan yang ada. Sebagai pengantar silabus, inilah yang perlu dipahami benar oleh para mahasiswa studi pembangunan.
[selengkapnya...]
Penganggaran untuk PRB (Pengurangan Risiko Bencana)
21 Maret 2010
Ketika di suatu daerah terjadi bencana alam atau bencana sosial, mengapa penanganannya seringkali terlambat? Ketika hal ini ditanyakan ke tokoh pejabat di Daerah, jawaban yang sering muncul adalah karena tidak adanya anggaran atau karena kurangnya dana untuk penanggulangan bencana. Lalu ke mana dana siap pakai (on-call) yang sudah diatur peraturannya dan mestinya sudah dianggarkan oleh Daerah? Jarang ada jawaban yang jelas mengenai hal ini. Oleh sebab itu, penting bagi setiap perumus kebijakan di daerah untuk memahami mengenai siklus anggaran secara umum dan bagaimana merencanakan pembiayaan untuk penanggulangan bencana. Mengingat bahwa hampir seluruh daerah di Indonesia adalah daerah rawan bencana dalam berbagai bentuk, alangkah baiknya apabila setiap Pemda mempunyai semacam "double-track system". Yang dimaksud adalah bahwa ada dana yang memadai untuk situasi normal ketika tidak ada bencana, tetapi juga ada ketersediaan dana yang cukup untuk bergerak cepat jika terjadi bencana. Pada saat yang sama, sistem koordinasi harus terjalin sejak awal sehingga penanganan untuk tanggap-darurat maupun untuk rehabilitasi dan rekonstruksi dapat berjalan dengan efektif. Sistem seperti inilah yang dibutuhkan untuk program PRB (Pengurangan Risiko Bencana) yang berkelanjutan di semua daerah.
[selengkapnya...]
Regulasi untuk Sistem Penanggulangan Bencana
21 Maret 2010
Setelah mengalami serangkaian bencana alam dahsyat yang menelan ratusan ribu korban jiwa, sejak tsunami di Aceh dan Nias, gempa bumi di Jogja dan Padang, dan banyak daerah lainnya, pemerintah akhirnya berhasil membentuk payung peraturan di bidang penanggulangan bencana yang komprehensif, yaitu UU No.24 tahun 2007. Beberapa peraturan yang tingkatannya lebih teknis juga telah dibentuk guna menciptakan sistem penanggulangan bencana yang tepat, profesional dan efisien. Dalam kuliah di MSK ini saya membahas latar-belakang lahirnya undang-undang yang termasuk paling progresif di kawasan Asia setelah Jepang. Dengan dasar aksi internasional yang bermula dari konvensi Hyogo, undang-undang ini diharapkan dapat menjawab tantangan bagi persoalan penanggulangan bencana di tanahair. Saya membahas materi paparan yang sebelumnya pernah diberikan oleh Dr. Puji Pujiono, salah satu dari sedikit pakar penanggulangan bencana yang kini aktif di lembaga-lembaga internasional.
[selengkapnya...]
Rehabilitasi-Rekonstruksi dalam Penanggulangan Bencana
21 Maret 2010
Berbeda dengan di kebanyakan negara maju yang memiliki sistem perencanaan yang mapan dan pendanaan yang melimpah, tahap rehabilitasi dan rekonstruksi (Rehab-Rekons) adalah sebuah konsep yang masih baru dalam sistem penanggulangan bencana di Indonesia. Apakah misi pokok Rehab-Rekons itu? Apa pengertian "build back better" yang sering diwacanakan dalam masa Rehab-Rekons? Adakah pedoman mengenai masa berakhirnya intervensi pemerintah dalam Rehab-Rekons di daerah bencana? Ini adalah sebagian pertanyaan mendasar yang harus diketahui oleh para perumus kebijakan penanggulangan bencana. Dalam banyak kasus, intervensi Rehab-Rekons yang keliru justru mengakibatkan ketergantungan yang tinggi masyarakat terhadap bantuan pemerintah. Kecuali itu, kurangnya partisipasi masyarakat seringkali mengakibatkan akseptabilitas yang rendah terhadap bantuan dalam masa Rehab-Rekons sementara keberlanjutan (sustainability) dari proses rekonstruksi yang telah dilaksanakan masih menjadi titik lemah dalam sistem penanggulangan bencana yang ada. Saya membahas mengenai misi utama Rehab-Rekons dengan membandingkan praktik-praktik keberhasilan di negara lain agar kita bisa belajar darinya.
[selengkapnya...]
Tanggap-Darurat, Misi Pokok dalam Penanggulangan Bencana
21 Maret 2010
Sebagai bagian dari mata kuliah Perencanaan Sosial dan Kontinjensi atau Penanggulangan Bencana (Disaster Management), tanggap-darurat (emergency response) merupakan bagian yang paling vital. Namun di dalam sistem perencanaan kontinjensi di Indonesia, tampaknya masih begitu banyak yang harus diperbaiki untuk memahami apa yang harus direncanakan dan dilaksanakan dalam masa tanggap-darurat. Banyak contoh yang bisa disebut mengapa kebijakan pada masa tanggap-darurat masih sering diabaikan. Dalam peristiwa tanah longsor di Ciwedey, Jawa Barat, yang baru lalu, misalnya, sulit untuk memahami mengapa informasi mengenai kejadian tanah longsor yang terjadi pada sekitar pukul 8 pagi itu baru diketahui oleh Pemda kabupaten menjelang jam 11.30. Apakah ini sekadar soal komunikasi atau sebenarnya memang masalah tanggap-darurat belum menjadi arus utama dalam sistem perencanaan sosial di Indonesia? Lalu, masih banyaknya korban nyawa yang sia-sia karena penanganan yang terlambat tampaknya juga masih merupakan contoh nyata betapa masalah tanggap-darurat kebanyakan belum dilakukan secara profesional.
[selengkapnya...]
Paradigma Baru Penanggulangan Bencana
20 Februari 2010
Efektivitas penanggulangan bencana hanya dapat ditingkatkan jika para perumus kebijakan dan perencana pembangunan mampu mengakomodasi paradigma baru tentang "disaster management". Setidaknya, siklus penanggulangan bencana sebagai suatu kegiatan yang bersifat rutin dan terus-menerus harus benar-benar dipahami dengan baik. Harus diakui bahwa kebanyakan perumus kebijakan di Indonesia masih terpancang kepada tahap "emergency response" (tanggap-darurat) ketika terjadi suatu bencana di kawasan tertentu. Paradigma ini harus segera diubah. Penanggulangan bencana harus dilakukan dengan siklus yang bermula dari perencanaan kondisi kontinjensi, mitigasi bencana, tanggap-darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi, hingga pendidikan dan diseminasi tentang ancaman bencana dan persiapan untuk kejadian bencana kepada semua unsur masyarakat. Materi yang saya masukkan di sini sumber utamanya adalah Dr. Puji Pujiono, seorang pakar penggagas UU No.24/2007 yang kini bekerja di banyak negara terkait dengan perencanaan kontinjensi dan penanggulangan bencana.
[selengkapnya...]
Konsep Perencanaan Kontinjensi
20 Februari 2010
Informasi geografis tentang kondisi alam di Indonesia menunjukkan secara jelas bahwa kita berada di wilayah yang rawan bencana. Perubahan iklim yang sangat drastis serta tuntutan masyarakat di berbagai daerah yang semakin beragam menambah lagi tingkat kerentanan (vulnerability) Indonesia terhadap bencana. Tetapi disiplin ilmu tentang penanggulangan bencana (disaster management) justru masih tertinggal. Kendatipun perangkat perundangan yang khusus mengenai penanggulangan bencana telah dibuat dan diratifikasi dengan UU No.24 tahun 2007 dan peraturan teknis lainnya, sebagian besar perumus kebijakan masih memahami masalah ini dengan paradigma yang lama. Oleh sebab itu, diperlukan pembaruan yang serius agar dampak bencana di seluruh Indonesia dapat diminimalkan. Secara teoretis kajian dan diseminasi ilmiah tentang perencanaan kontinjensi yang sangat mendasar bagi sistem penanggulangan bencana harus dilakukan dengan lebih serius. Secara empiris para praktisi dan pelaksana kebijakan harus lebih intensif dalam menciptakan sistem perencanaan yang lebih baik dan memantau mekanisme penanggulangan bencana di masing-masing daerah dengan komprehensif.
[selengkapnya...]
Paradigma Penanggulangan Bencana
04 Juli 2007
Sebagai pengantar pembahasan mengenai perencanaan kontinjensi, kuliah ini menguraikan berbagai konsep dan paradigma tentang penanggulangan bencana. Indonesia adalah salah satu negara yang berada di wilayah rawan bencana. Karena itu perencanaan penanggulangan bencana merupakan salah satu unsur penting dalam manajemen pembangunan. Tidak kalah pentingnya ialah memahami berbagai perubahan paradigma dalam penanggulangan bencana dari yang bersifat konvensional hingga yang paling progresif. Pemahaman paradigma ini penting mengingat bahwa pemerintah bersama para anggota DPR juga telah mengesahkan UU No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana analisis-uupb-dan-rencana-aksi-nasional.ppt
[selengkapnya...]