Rakyat harus membayar mahal untuk biaya kebijakan publik yang tidak berpihak kepadanya dan untuk pelayanan publik yang tidak efisien. Inilah realitas yang terjadi di Indonesia setelah reformasi. Proses demokratisasi yang berkembang ternyata menghasilkan para elit politik yang kurang peka terhadap kesejahteraan rakyat. Kita mengalami defisit demokrasi dan penurunan efisiensi yang parah dalam perumusan kebijakan publik. Pada saat yang sama, pelayanan publik yang korup mengakibatkan inefisiensi dan ekonomi biaya tinggi pada skala nasional. Di sinilah perlunya memikir ulang peran negara di Indonesia. Artikel ini dikirim ke Jurnal Sarathi , Universitas Warmadewa, Denpasar.
tingginya-biaya-kebijakan-dan-biaya-transaksi.pdf"/>
Presiden baru, Prabowo Subianto, sudah dilantik tgl 20 Oktober 2024 lalu. Banyak kritik terhadap kabinet yang terdiri dari 48 kementerian. Tetapi baiklah kita beri kesempatan Presiden untuk bekerja.
November 2024
Hari ini
Mg Sn Sls Rb Kms Jmt Sbt
272829303112
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930
1234567
 

Detail Artikel
“Tingginya Biaya Kebijakan dan Biaya Transaksi”, Jurnal Sarathi, 27 Maret 2008
27 Maret 2008

By kumoro | March 27, 2008

Rakyat harus membayar mahal untuk biaya kebijakan publik yang tidak berpihak kepadanya dan untuk pelayanan publik yang tidak efisien. Inilah realitas yang terjadi di Indonesia setelah reformasi. Proses demokratisasi yang berkembang ternyata menghasilkan para elit politik yang kurang peka terhadap kesejahteraan rakyat. Kita mengalami defisit demokrasi dan penurunan efisiensi yang parah dalam perumusan kebijakan publik. Pada saat yang sama, pelayanan publik yang korup mengakibatkan inefisiensi dan ekonomi biaya tinggi pada skala nasional. Di sinilah perlunya memikir ulang peran negara di Indonesia. Artikel ini dikirim ke Jurnal Sarathi , Universitas Warmadewa, Denpasar.
tingginya-biaya-kebijakan-dan-biaya-transaksi.pdf
 
 
 
   Copyright © 2020 Wahyudi Kumorotomo. All rights reserved.