"Kebutuhan Transformasi Digital di Sektor Publik", Bab dalam buku "Ilmu Sosial dan Politik Masa Depan: Menjawab Megashift?", UGM Press, 2023
08 November 2023
Transformasi tatakelola digital mestinya bukan hanya mempertimbangkan penggunaan TIK, pengolahan data yang lebih cepat, serta tujuan-tujuan efisiensi ekonomis lainnya. Semua upaya perbaikan mestinya diarahkan kepada tujuan-tujuan yang lebih mendasar seperti tatakelola yang terbuka, layanan publik yang lebih partisipatif, serta penciptan birokrasi yang bersih dan berwibawa. Sebagai contoh, analisis big data untuk mengatasi kemiskinan dan tengkes (stunting) di berbagai daerah akan lebih mudah dilakukan dengan bantuan teknologi digital terkini. Namun demikian, pemakaian data itu untuk melaksanakan program-program yang tepat bagi pemberantasan kemiskinan di sebuah kabupaten/kota jauh lebih penting sehingga transformasi digital benar-benar memberi makna dan manfaat luas bagi masyarakat.
Kasus-kasus dari daerah perkotaan (DKI Jakarta, Surabaya) yang diuraikan dalam Bab ini menunjukkan bahwa ketika layanan publik di perkotaan sudah dapat diselenggarakan secara efisien dengan menggunakan TIK, daya dorong transformasi digital lebih lanjut hendaknya diarahkan pada upaya untuk mendekatkan kolaborasi antara pemerintah, pelaku bisnis swasta, serta komunitas warga. Untuk wilayah IKN baru di Kalimantan Timur, kasus di Kabupaten Kukar dan Kutai Barat menunjukkan pentingnya infrastruktur telekomunikasi yang merupakan pendukung konektivitas antar sektor dan kerjasama yang produktif, serta urgensi pengembangan sumberdaya manusia yang harus siap bersaing dengan para pendatang di IKN sebagai pusat pertumbuhan baru. Sementara itu, contoh-contoh kasus di wilayah kepulauan (Kota Ternate dan Kabupaten Halsel di provinsi Maluku Utara) menunjukkan bahwa selain keharusan untuk terus meningkatkan keandalan infrastruktur dan jaringan telekomunikasi, terdapat kebutuhan mendesak untuk menyesuaikan program-program kota cerdas dengan kondisi nyata potensi ekonomi yang terdapat di daerah. Dari keenam dimensi kota cerdas, daerah dapat menentukan program-program berjangka pendek yang mendesak dan segera dilaksanakan supaya bisa menjadi pengungkit bagi peningkatan kesejahteraan rakyat secara merata.
[selengkapnya...]
"Peran Negara dalam Perlindungan Data Pribadi", Tempo, 16 Oktober 2022
13 November 2022
Setelah bertahun-tahun diterpa banyak keluhan dan protes mengenai kebocoran data pribadi di berbagai institusi, pemerintah bersama DPR akhirnya meratifikasi UU No.27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Harapan besar terletak pada pelaksanaan undang-undang ini agar bisa menunjukkan peran negara yang jelas dan efektif dalam mencegah penyalahgunaan data digital atau peretasan terhadap lembaga-lembaga penting yang menyimpan data dan informasi pribadi. Namun masih ada dua agenda penting yang harus dituntaskan untuk melaksanakan undang-undang ini: 1) Kepastian bahwa lembaga penyelenggara perlindungan data pribadi benar-benar independen dan efektif dalam melaksanakan tugasnya, 2) Peningkatan literasi digital, yaitu kesadaran masyarakat tentang potensi penyalahgunaan jika orang memasok dan menyimpan data secara serampangan.
[selengkapnya...]
"Konflik Kepentingan", Kedaulatan Rakyat, 7 Mei 2022
19 Mei 2022
Di belakang berbagai sengkarut yang mengakibatkan melambungnya harga minyak goreng (migor) di Indonesia, ternyata ada begitu banyak persoalan yang harus diatasi oleh para perumus kebijakan. Namun persoalan yang paling mendasar dan mendesak untuk diatasi justru berasal dari kalangan perumus kebijakan sendiri. Indonesia yang merupakan salah satu produsen CPO terbesar di dunia harus menghadapi kenyataan bahwa sejak akhir tahun 2021 warganya sangat sulit mendapatkan migor dan harganya terus mengalami fluktuasi. Melihat seluk-beluk masalah peredaran migor, Presiden tampaknya harus turun-tangan untuk mengatasi kepentingan para pengusaha besar yang berkelindan dengan kepentingan politisi di tingkat nasional. Saat ini masyarakat benar-benar menunggu pemecahan masalah yang tuntas, tegas dan tidak bersifat parsial.
[selengkapnya...]
"Menjual Kewenangan", Kedaulatan Rakyat, 11 Desember 2020
13 Desember 2020
Sangat menyedihkan melihat bahwa di tengah pandemi yang makin meluas dan perjuangan rakyat untuk bertahan hidup di tengah kekhawatiran, ternyata pejabat pemerintah tetap melakukan korupsi dan penyalahgunaan kewenangan. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi terus terungkap secara beruntun. Sudah dua orang menteri kabinet Jokowi-Amin yang menjadi tersangka dari OTT oleh KPK. Lalu, apakah rakyat Indonesia sudah tidak punya harapan lagi untuk menciptakan sistem pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi? Sebagian besar dari kita mungkin mengalamatkan pertanyaan semacam ini kepada KPK atau jajaran penegak hukum kita. Tetapi saya berpendapat bahwa masalahnya lebih serius daripada itu.
[selengkapnya...]
"Kabinet Indonesia Maju"
24 Oktober 2019
Pada masa jabatan periode ke dua (2019-2014) presiden Joko Widodo memiliki kesempatan untuk benar-benar membuat warisan kebijakan (legacy) yang baik karena mestinya tidak punya beban lagi. Sistem presidensial dapat dimurnikan dengan penggunaan hak prerogatif presiden yang kuat. Namun sosok Kabinet Indonesia Maju yang diumumkan pada hari Rabu 23 Oktober 2019 tampaknya masih mengakomodasi tokoh-tokoh dari Parpol. Berbagai macam kejutan muncul dalam fungsi-fungsi kabinet di bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Rakyat tentunya berharap bahwa wajah-wajah baru dalam kabinet ini akan mampu membuat terobosan bagi peningkatan kemakmuran rakyat secara lebih merata. Tulisan ini saya kirim ke sebuah harian lokal, tetapi karena sudah banyak komentar mengenai kabinet baru, tampaknya redaksi sulit memuatnya.
[selengkapnya...]
"KPK, Anjing Penjaga Yang Menggigit Tuannya", Majalah Tempo, 23 September 2019
26 September 2019
Kegelisahan para akademisi di UGM mengenai nasib pemberantasan korupsi di Indonesia dengan adanya upaya pelemahan sistematis terhadap KPK sudah disampaikan secara kolektif pada pernyataan keprihatinan pada hari Minggu tgl 15 September 2019. Tetapi, selang dua hari kemudian, DPR bersama pemerintah tetap mengesahkan revisi atas UU No.30/2002. Saya berusaha untuk tetap menempatkan isu mengenai revisi atas undang-undang ini secara jernih dengan tetap mengakui beberapa kelemahan dalam sistem penindakan KPK tetapi juga mengkhawatirkan bahwa langkah DPR yang terburu-buru untuk mengesahkan revisi atas undang-undang tersebut merupakan pertanda buruk bagi masa-depan pemberantasan korupsi di Indonesia. Belakangan, bukan hanya para dosen dan guru-besar saja yang prihatin atas langkah Presiden dan para politisi di DPR. Gelombang unjuk-rasa terjadi di Jakarta, Jogja, Medan, Makassar, dan kota-kota lainnya. Apakah para wakil rakyat itu benar-benar ingin menghabisi KPK karena korupsi politik yang selama ini mereka lakukan? Sangat menyedihkan kalau motif itu benar-benar melandasi revisi undang-undang ini.
[selengkapnya...]
"Biaya Politik dan Mafia Anggaran", Majalah Tempo, 19 November 2018
25 November 2018
Selalu terulangnya kasus-kasus mafia anggaran yang terungkap melalui OTT oleh KPK semestinya membuat bangsa Indonesia prihatin. Begitu banyak para pejabat yang tertangkap basah melakukan penyalahgunaan kekuasaan, menerima suap, dan terlibat dalam manipulasi uang negara. Tetapi sekian kali KPK melakukan penangkapan, sekian kali pula para koruptor itu terus melakukan tindakan yang tidak terpuji ini. Saya mencoba melihat kaitan antara fenomena memprihatinkan ini dengan besarnya biaya politik di Indonesia. Jika kita tidak berhasil melakukan perubahan terkait dengan sistem politik dan sistem representasi di lembaga-lembaga legislatif, eksekutif maupun judikatif kita, kita tidak akan bergerak ke mana-mana. Semoga kesimpulan saya ini salah.
[selengkapnya...]
Korupsi dan Budaya "Wani Pira", Majalah Tempo, 6 Agustus 2018
05 September 2018
Ketika dalam perjalanan melaksanakan ibadah haji, saya mendapatkan kabar gembira bahwa artikel yang saya tulis untuk majalah Tempo diterbitkan oleh redaksinya. Topik korupsi dan budaya suap-menyuap sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. Tetapi saya melihat bahwa persoalannya sudah sedemikian gawat, sehingga kalau tidak kita sadari persoalannya akan semakin menjerumuskan nasib bangsa Indonesia. Budaya "Wani Pira" adalah masalah besar yang bukan hanya menjangkiti para elit politik belakangan ini, tetapi juga masyarakat awam di tingkat akar-rumput. Apakah dengan begitu kita boleh menyerah begitu saja? Tentu saja saya ingin menawarkan alternatif dengan jawaban "Tidak". Namun kalau untuk masalah bangsa yang satu ini, tidak mungkin kita sekadar hanya membuat wacana saja.
[selengkapnya...]
"Politik Angkutan Daring"
03 Mei 2018
Artikel saya yang berjudul Politik Angkutan Daring ini sudah saya coba kirim ke beberapa media massa, tapi tidak ada yang menyambut untuk memuatnya. Tetapi mengingat begitu pentingnya isu kebijakan yang saya coba analisis, saya sekadar ingin berbagi kepada khalayak bagaimana seharusnya pemerintah menangani masalah ini. Isu bisnis daring (online) menunjukkan pentingnya perumus kebijakan publik untuk membuka perspektif yang lebih luas dengan tantangan penggunaan TIK yang lebih beragam di masa mendatang. Persinggungan antara kepentingan publik dan kepentingan privat juga semakin banyak. Diperlukan pemahaman yang lebih mendalam, komitmen untuk berubah dan kebijakan yang cepat dan terukur untuk memecahkan berbagai masalah yang timbul karenanya.
[selengkapnya...]
Anggaran Populis, Kedaulatan Rakyat, 4 Januari 2018
05 Januari 2018
Demokrasi akan bekerja dengan baik apabila rakyat dapat mengontrol kebijakan publik secara rasional. Kecuali itu hasil dari demokrasi juga hanya akan dapat diperoleh secara optimal jika rakyat sudah melek politik dan paham tentang apa yang benar-benar dibutuhkannya. Syarat-syarat mendasar inilah yang masih sulit terpenuhi di Indonesia. Secara normatif demokrasi memang sudah berjalan di Indonesia dengan terlembaganya Pemilu dan Pilkada secara baik dan pelaksanaannya sejauh ini relatif berjalan aman, jujur dan adil. Tetapi, rakyat tetap belum dapat mengontrol kebijakan publik secara efektif dan hasil dari kebijakan publik belum benar-benar memenuhi kebutuhan rakyat secara merata. Salah satu penyebabnya adalah bahwa rakyat belum dapat menilai kinerja politisi dan pejabat secara objektif dan rasional. Dalam tahun politik menjelang Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019, penting sekali untuk mengingatkan bahwa rakyat jangan sampai silau dengan kebijakan publik maupun alokasi anggaran yang sifatnya populis. Lebih spesifik lagi, kecenderungan munculnya alokasi anggaran populis dalam dua tahun ini akan semakin banyak. Saya berharap sekarang rakyat lebih dewasa dan lebih cerdas dalam menilai alokasi anggaran dari pemerintah. Semoga.
[selengkapnya...]