Manajemen Kepegawaian Berbasis Kompetensi, hotel Arjuna, Jogja
25 Juli 2013
Dalam dua kali pertemuan berturut-turut di hotel Arjuna, saya diminta untuk membantu memikirkan persoalan kepegawaian di sebuah kabupaten terpencil di Papua, yaitu kabupaten Pegunungan Bintang. Permasalahan kepegawaian dan birokrasi publik di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini ini demikian kompleks sebagaimana dihadapi oleh banyak kabupaten yang masih terbelakang di Indonesia. Permasalahan itu terkait dengan kondisi geografis yang sulit, infrastruktur transportasi yang sangat minim, tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, hingga masalah komitmen kebanyakan sumberdaya manusia yang memprihatinkan. Tetapi bersama-sama para pejabat Pemda dari Biro Organisasi, saya mencoba untuk membangun optimisme dengan pemahaman yang realistis tentang apa yang harus dihadapi dan dipecahkan dengan prioritas jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan APBD yang sudah mencapai Rp 1,02 triliun dan proporsi belanja langsung yang mencapai lebih dari 70 persen, semestinya banyak hal yang bisa dilakukan untuk memakmurkan rakyat di daerah. Tetapi dengan kekuatan pegawai yang hanya sekitar 2.200 orang dan tingkat kompetensi dan komitmen masih rendah, pejabat Pemda di kabupaten ini memang harus bekerja ekstra keras untuk menggerakkan birokrasi publik dan melayani warga dengan sebaik-baiknya.
[selengkapnya...]
Manajemen Kinerja: Reformasi Birokrasi dan Aplikasi Balanced Score-Card di Indonesia, Diklatpim II, Semarang
06 Juni 2013
Memenuhi undangan panitia Diklatpim-2 Badan Diklat Provinsi Jateng, saya menguraikan tentang kemungkinan aplikasi Balanced Score-Card (BSC) yang merupakan "merek-dagang" pemikiran Kaplan & Norton (2008). Aplikasi BSC sangat populer diantara perusahaan swasta dan untuk mengetahui lebih detil tentang BSC bahkan Setwapres pernah mengundang Kaplan ke Jakarta untuk berbicara di sebuah seminar. Tetapi, apakah teknik manajemen kinerja ini cocok untuk organisasi pemerintah? Inilah pertanyaan yang tetap menggelitik untuk dijawab. Saya menguraikan tentang metode BSC dari konsep-konsep elementernya, terutama semangat untuk menyeimbangkan antara kepentingan Stake-holders dan Customers dengan Internal Business-Process dan Organizational Learning and Growth. Tapi diskusi di kelas tampaknya lebih mengarah kepada bagaimana pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebagian peserta berargumentasi bahwa banyak kasus korupsi yang diadili di Indonesia sebenarnya adalah kesalahan prosedur, bukan tindak pidana korupsi. Untuk sebagian, saya setuju dengan argumentasi ini mengingat bahwa dalam praktik terdapat ketidakjelasan antara wilayah Hukum Administrasi dengan Hukum Pidana dalam banyak kasus korupsi. Lalu, dari mana kita harus membenahi manajemen kinerja dalam organisasi pemerintah melihat begitu banyaknya persoalan yang membelitnya?
[selengkapnya...]
Kebijakan Umum Disiplin PNS, Catatan Tentang PP No.53/2010, PSEKP-UGM, Jogja
10 April 2013
Dalam pelatihan teknis-fungsional yang diselenggarakan oleh PSEKP-UGM ini saya membahas kebijakan tentang birokrasi publik yang sudah menjadi isu selama lebih dari 4 dasawarsa terakhir, yaitu tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil. Rezim pemerintahan sudah berganti sekian kali, berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki peraturan tentang disiplin PNS, termasuk PP No.53/2010 yang diamanatkan oleh UU No.43/1999 tentang Kepegawaian Negara. Tetapi mengapa kita tidak kunjung melihat perbaikan yang signifikan dalam disiplin PNS? Mengapa citra tentang PNS selalu buruk? Saya melihat ini semua bersumber dari faktor budaya dalam organisasi publik di Indonesia yang masih belum kondusif bagi peningkatan disiplin. Masalah ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi bahkan juga terdapat di negara-negara maju. Kalau kebijakan yang ada hanya bersifat parsial dan tidak mampu mendobrak kebuntuan strategi budaya dalam organisasi publik, memang tidak ada yang dapat dilakukan dengan peraturan, apapun bentuknya. Kesan bahwa para PNS sering hanya mengutamakan hak-hak mereka, seperti gaji yang lebih tinggi, suasana kerja yang lebih nyaman, dan pensiun yang lebih pasti, masih tampak dari diskusi yang berlangsung dalam pelatihan ini. Tidak banyak pendapat yang menunjuk keharusan untuk memenuhi kewajiban. Seandainya semua PNS menghayati begitu mulianya tugas mereka yang mengabdi kepada rakyat, kepentingan umum, dan masa depan bangsa, mereka pasti akan mengutamakan kewajiban daripada hak-hak yang selama ini mereka tuntut. Apakah catatan ini hanya sekadar mengukir di atas pasir? Apakah para PNS sudah kehilangan ruh pengabdian mereka? Wallahu alam.
[selengkapnya...]
Anggaran, Penatausahaan Perjalanan Dinas dan Efisiensi Belanja Daerah, Gowongan Inn, Jogja, 22 Maret 2013
21 Maret 2013
Pembicaraan yang sangat teknis harus dilakukan untuk memastikan bahwa para Bendaharawan Pengeluaran di BKD dan SKPD memahami strategi untuk melakukan efisiensi anggaran dan belanja daerah, terutama terkait dengan biaya perjalanan dinas. Di dalam struktur alokasi belanja APBD di kebanyakan daerah, persoalan tingginya Belanja Tak Langsung seringkali masih ditambah dengan inefisiensi di dalam Belanja Langsung akibat banyaknya penyimpangan dalam perjalanan dinas. Meskipun jumlahnya tidak terhitung fenomenal, laporan BPK atas penyimpangan perjalanan masih cukup memprihatinkan. Pada akhir semester I tahun 2012, misalnya, terhitung bahwa di seluruh jajaran pemerintah di tingkat pusat maupun daerah terdapat 259 kasus penyimpangan dengan total kerugian negara mencapai Rp 77 miliar. Jumlah ini tentu saja hanya meliputi yang bisa terendus oleh pemeriksa dengan bukti-bukti cukup kuat. Harus diakui bahwa modus operandi penyimpangan perjalanan dinas itu semakin canggih dan perlu ketajaman dari pemeriksa untuk bisa mengungkapkan penyimpangan yang terjadi. Lantas, apakah yang bisa dilakukan oleh ototitas kepegawaian dan keuangan untuk mengatasi hal ini?
[selengkapnya...]
Defisit Anggaran dan Batas Maksimal Pinjaman dalam APBD, Hotel Ibis, Jogja
14 Maret 2013
Berbagai cara ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi rendahnya peran anggaran publik bagi upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Salah satunya adalah dengan instrumen kebijakan untuk menambah belanja modal dan mengurangi besarnya SiLPA dalam APBD. Peraturan Menkeu No.137/2012 adalah instrumen teknis untuk mengatur tentang defisit dan pemanfaatan dana publik di dalam APBD untuk tahun anggaran 2013. Namun jangankan soal misi APBD untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah, soal peraturan teknisnya saja seringkali perumus kebijakan di daerah kurang gesit untuk memahami maksudnya. Kabupaten Deli Serdang provinsi Sumatera Utara adalah salah satu daerah yang beruntung karena memiliki besaran anggaran yang cukup besar jika dibanding kebanyakan kabupaten/kota di Indonesia. Dengan volume APBD tahun 2013 sudah lebih dari Rp 2,3 triliun, sebenarnya perumus kebijakan daerah relatif leluasa untuk mentargetkan agar belanja daerah dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Saya membahas mengenai persoalan defisit anggaran, SiLPA, belanja modal dan hal-hal teknis terkait dengan APBD tersebut. Tetapi, lagi-lagi para anggota Komisi Anggaran DPRD itu cenderung menyalahkan kendala-kendala dari luar, mulai dari masalah ketulusan pemerintah pusat untuk melaksanakan desentralisasi fiskal, komitmen kepala daerah yang lemah, hingga sumberdaya aparat yang kurang transparan dalam pengelolaan keuangan. Saya mengajak para politisi daerah ini untuk memecahkan masalah dengan pola pikir sederhana: memulai dari diri-sendiri, bukan dengan menyalahkan pihak lain.
[selengkapnya...]
Menemukan dan merumuskan "Research Questions", Forum Penelitian Bulanan, MKP, Fisipol UGM
28 Februari 2013
Tidak mudah untuk membuat Pertanyaan Penelitian yang tepat di dalam proposal untuk skripsi, tesis atau disertasi. Bahkan para birokrat atau dosen yang punya pengalaman praktis dan pengalaman mengajar cukup lama pun seringkali gagal untuk merumuskan pertanyaan penelitian yang tepat dan dapat digunakan untuk membuat karya ilmiah yang baik. Dalam Forum Penelitian Bulanan yang diselenggarakan oleh Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik ini saya coba membagi beberapa kiat untuk membuat pertanyaan penelitian yang tepat, sebagian besar berdasarkan pengalaman pribadi maupun membandingkan cara-cara peneliti yang sudah berpengalaman dalam menyusun tema dan rumusan pertanyaan penelitian yang tepat, lugas, menantang pemikiran akademis dan sekaligus dapat benar-benar digunakan sebagai pedoman untuk melakukan penelitian. Materi saya bagi melalui website ini supaya dapat digunakan oleh para mahasiswa yang sedang menyusun proposal penelitian.
[selengkapnya...]
Penulisan Policy Paper dan Policy Brief yang efektif, Pappiptek LIPI, Jakarta
12 Februari 2013
Selama ini kalau saya datang ke gedung bundar LIPI adalah untuk mencari data, bahan publikasi atau melakukan wawancara dengan para peneliti. Tetapi kali ini saya diundang untuk berbicara di depan para peneliti Pappiptek (Pusat Penelitian Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) LIPI mengenai penyusunan Makalah Kebijakan (Policy Paper). Dari lokakarya penulisan ini, saya melihat bahwa potensi para peneliti muda di Pappiptek ini sesungguhnya sangat besar dalam mengarahkan kebijakan pembangunan nasional. Tetapi dua kelemahan sistem yang mendasar membuat potensi itu tidak tergali. Pertama, kebanyakan penelitian Pappiptek, atau mungkin di sebagian besar divisi LIPI, tergantung kepada pendanaan yang berasal dari DIPA. Ketergantungan kepada sumber dari APBN dan kebiasaan diantara peneliti untuk hanya mengandalkan dana rutin ini membuat mereka tidak tertantang untuk melakukan penelitian yang mengarah kepada inovasi kebijakan atau teknologi baru. Kedua, para peneliti kurang terbiasa berinteraksi secara langsung dengan pemangku kepentingan yang lebih luas, terutama dengan para perumus kebijakan di pemerintahan maupun peneliti asing yang merangsang perdebatan ilmiah yang kompetitif dan sehat. Akibatnya, banyak ide-ide dari hasil penelitian yang sebenarnya inovatif tidak diketahui oleh perumus kebijakan sehingga tidak ada sumbangannya terhadap perubahan kebijakan pemerintah. Saya berharap bahwa diskusi saya bersama teman-teman dari Pappiptek ini akan sedikit bisa mengatasi dua kelemahan ini.
[selengkapnya...]
Prolegda dan Peningkatan Kualitas Legislasi Daerah, hotel Sunan, Solo
22 Januari 2013
Untuk kesekian kalinya, saya membahas tentang produktivitas dan relevansi dari pembuatan peraturan perundangan di daerah. Tetapi kali ini nuansanya sedikit berbeda karena saya berhadapan dengan peserta Bintek (Bimbingan Teknis) yang bukan hanya dari kalangan legislatif namun juga dari eksekutif. Ada sekitar 40 anggota DPRD dan 25 orang pejabat Pemda kabupaten Karanganyar yang menjadi peserta Bintek di Solo ini. Ketentuan dalam UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan menegaskan bahwa proses legislasi harus dilakukan secara terjadwal di dalam Prolegda (Program Legislasi Daerah) untuk masa satu tahun. Kecuali itu, juga disyaratkan bahwa Ranperda harus diajukan dengan menyertakan Naskah Akademik dan wajib menyertakan aspirasi dari rakyat di daerah. Melihat sekilas produk-produk Perda Kabupaten Karanganyar, tampaknya sudah ada perbaikan dari tahun-tahun sebelumnya. Namun apakah semua produk Perda itu telah sesuai dengan kebutuhan pembangunan masyarakat di daerah dan benar-benar bisa meningkatkan kualitas pelayanan publik di Karanganyar? Inilah sebagian dari hal-hal yang saya bicarakan dengan para pejabat di kabupaten ini.
[selengkapnya...]
Penganggaran untuk Sektor Kesehatan di Daerah, Lokakarya Dinkes Prov Jateng, hotel Artos, Magelang
19 Oktober 2012
Kali ini saya harus berbicara mengenai sektor yang selama ini kurang saya pahami dengan baik, yaitu sektor kesehatan. Tetapi undangan dari Pemprov Jawa Tengah tetap saya penuhi mengingat bahwa yang dibahas adalah sesuatu yang sudah cukup lama saya geluti, yaitu tentang perencanaan program dan penyusunan anggaran di daerah. Ada sekitar 40 peserta yang mengikuti lokakarya perencanaan pembangunan di sektor kesehatan ini dan saya melihat antusiasme yang begitu besar seperti tampak dari berbagai pertanyaan yang diajukan oleh peserta. Provinsi Jawa Tengah termasuk yang memiliki komitmen yang cukup besar pada kesehatan masyarakat seperti terlihat dari alokasi dalam APBD yang mencapai hingga sekitar 15 persen. Yang jauh lebih penting sebenarnya adalah memastikan agar program-program yang disusun oleh Pemda tersebut betul-betul menyentuh kebutuhan dasar masyarakat terkait pelayanan kesehatan dasar. Ini bukan persoalan sepele karena ternyata di tengah pertumbuhan ekonomi nasional yang membanggakan, ternyata masih banyak warga masyarakat yang belum tersentuh oleh fasilitas imunisasi bagi anak usia dini, menyandang gizi buruk, atau kurang mendapat fasilitas pengobatan murah dari program-program pemerintah.
[selengkapnya...]
"Manajemen Aset: Kasus Kemitraan Pemerintah-Swasta dalam Pelayanan Publik", DBGAD, Pemkot Jogjakarta
20 Juni 2012
Mengapa aset-aset publik di banyak daerah dibiarkan mangkrak (idle) dan kurang dimanfaatkan secara optimal? Mengapa pejabat Pemda terkesan sering takut dan ragu-ragu untuk memanfaatkan aset publik itu dengan pola kerjasama kemitraan (Public-Private Partnership, PPP)? Mengapa banyak kasus kegagalan terjadi dalam kerjasama berdasarkan skema PPP? Ini adalah sebagian yang coba saya jawab dalam sebuah kesempatan lokakarya yang diadakan oleh DBGAD (Dinas Bangunan, Gedung dan Aset Daerah) di kompleks Pemkot Jogja, Timoho. Saya menangkap kesan bahwa kebanyakan pegawai di dinas ini lebih banyak bertanggungjawab pada soal-soal teknis seperti pencatatan inventaris terhadap aset daerah, penilaian (appraisal) aset, dan belum kepada kebijakan strategis menyangkut pemanfaatan aset supaya lebih produktif. Tetapi saya berharap bahwa lokakarya ini akan bisa membuka cakrawala berpikir pada anggota dewan dan pejabat Pemda itu untuk lebih kreatif memikirkan kemungkinan dilaksanakannya skema kemitraan yang akan menguntungkan dan memberi manfaat bagi warga di daerah. Kasus di beberapa daerah dan di kota Jogja sendiri, termasuk perkembangan kasus hukum mengenai kemitraan di terminal Giwangan serta rencana investasi besar investasi di XT Square, saya coba bahas secara tuntas.
[selengkapnya...]