Tahun 2024 ini rakyat Indonesia akan mengadakan perhelatan besar: Pemilu untuk meneruskan regenerasi kepemimpinan. Ada banyak pendapat bahwa Indonesia sedang mengalami "democracy backsliding" sehingga kualitas hasil Pemilu kali ini banyak diragukan. Betulkah?
Juli 2024
Hari ini
Mg Sn Sls Rb Kms Jmt Sbt
30123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031123
45678910
 

Artikel



"Penyimpangan Bansos", Analisis, Kedaulatan Rakyat
26 Februari 2013
Begitu banyak lubang penyimpangan yang bisa dijadikan alat politik oleh para pejabat, dan begitu sedikit upaya yang telah dilakukan untuk menutup lubang-lubang tersebut. Hampir semua opini mengenai persiapan untuk Pemilu 2014 dan Pilkada di seluruh daerah memperingatkan tentang kemungkinan maraknya politik uang. Tetapi peraturan tentang pendanaan Parpol masih kurang tegas, ketentuan tentang masa kampanye bagi Caleg atau Kepala Daerah petahana tidak cukup jelas, dan belakangan ini muncul banyak berita bahwa Bansos diselewengkan untuk kepentingan politik, sesuatu yang sudah menjadi isu lama. Ada dua hal yang ingin saya sampaikan dalam Analisis di harian KR kali ini. Pertama, bahwa kita perlu meluruskan kembali konsep tentang kebijakan sosial yang semestinya tidak menggunakan sistem pendanaan ad hoc seperti selama ini terjadi. Dan yang kedua bahwa kita memerlukan peraturan yang tegas tentang otoritas Kepala Daerah untuk mengalokasikan dana Bansos, terutama jika yang bersangkutan telah menyatakan untuk bertarung dalam pencalonan bagi masa jabatan yang kedua. [selengkapnya...]
 
"Ideologi Anti-Korupsi", Kedaulatan Rakyat
18 Oktober 2012
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pidato singkat tanggal 8 Oktober 2012 telah mengambil sikap yang tegas terhadap konflik terbuka antara KPK dan Polri. Tetapi melihat perkembangan yang terjadi kemudian, banyak yang tetap khawatir bahwa sikap tegas presiden tersebut tidak akan bisa terlaksana secara konsisten. Pengalaman menunjukkan bahwa pembangkangan, atau setidaknya pemelintiran, terhadap perintah presiden cukup sering terjadi. Publik harus terus waspada terhadap apa yang dilakukan oleh para penegak hukum terhadap para koruptor di negeri ini. Namun di tengah upaya untuk terus mewaspadai tindak-lanjut dari perintah presiden, sesungguhnya ada pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh masyarakat kita sendiri. Benarkah kita sendiri sudah konsisten dalam upaya untuk mencegah korupsi, atau lebih tepatnya tindakan korup? Untuk itulah saya kembali menulis tentang pentingnya ideologi anti-korupsi untuk terus ditumbuhkan di negeri ini. Dengan melihat contoh dari banyak negara, kita dapat melihat betapa pentingnya sikap tanpa kompromi diantara masyarakat sendiri ketika berhadapan dengan berbagai kemungkinan perilaku yang masuk kategori korupsi, seperti suap, uang-rokok, upeti, dan sebagainya. Kita memang harus mulai dari setiap individu atau setidaknya setiap unit kecil dari bangsa ini, yaitu keluarga. Saya agak kesulitan untuk mencari versi cetak dari artikel saya ini di harian Kedaulatan Rakyat, tetapi di sini saya unggah artikel asli yang saya kirim ke redaksi. [selengkapnya...]
 
Menyoal Kewenangan Banggar
27 September 2012
Begitu banyak pihak yang prihatin dengan maraknya korupsi yang dilakukan oleh para wakil rakyat di DPR, terutama mereka yang duduk di Banggar (Badan Anggaran). Korupsi politik yang terjadi itu tampaknya berlangsung secara sistemik, meluas dan berulang-ulang sehingga seolah-olah tidak ada yang bisa mencegahnya. Bahkan aparat penindak hukum seperti KPK sudah mulai kewalahan karena begitu banyaknya kasus korupsi yang terungkap. Oleh sebab itu, bisa dipahami jika banyak orang yang menyarankan agar keberadaan Banggar dievaluasi, atau bahkan kalau perlu dibubarkan. Suara-suara yang menuntut pembubaran Banggar ini sudah banyak muncul di media sosial. Tetapi apakah begitu mudah membubarkan Banggar dan kewenangan bujeter DPR yang sudah dijamin oleh konstitusi itu? Apa yang dapat dilakukan untuk mencegahnya. Saya mencoba memetakan persoalan ini dari segi ketata-negaraan maupun dari segi teknis penganggaran. Tulisan ini saya kirimkan ke harian Kompas, tapi tampaknya redaksi belum mau memuatnya karena artikel dengan tema seperti ini memang dengan mudah tertelah oleh hiruk-pikuk Pilkada DKI Jakarta tempo hari. [selengkapnya...]
 
"Pushing the Nuts and Bolts of Bureaucratic Reform, Not Just Increase the Salary", Jakarta Post
31 Agustus 2012
Bersamaan dengan perhelatan yang digelar oleh Inspire, yang digelar bersama oleh Ausaid, Setwapres dan Menpan dan RB, saya diminta oleh panitia untuk menulis artikel yang dikirim ke Jakarta Post. Saya ingin mengajak semua pemangku kepentingan untuk melihat secara jernih permasalahan reformasi birokrasi dan mengaitkan hal-hal yang bersifat konseptual dengan aspek-aspek strategis maupun teknis. Salah satu kendala mengapa pemerintah sulit memacu kinerja para PNS di Indonesia ialah sistem penggajian yang tidak ada kaitan langsung dengan kinerja. Sistem penggajian yang membuat orang malas bekerja dan bertanggungjawab atas pekerjaannya ini harus dirombak secara mendasar. Saya tidak serta-merta menolak upaya pemberian remunerasi yang lebih baik bagi PNS. Tetapi yang jauh lebih penting adalah mengaitkan perbaikan gaji itu dengan kualitas kerja pegawai secara individual. Inilah yang untuk kesekian kalinya dilupakan ketika rumusan-rumusan "grand design" reformasi ditetapkan. Sudah saatnya reformasi birokrasi tidak sekadar diwacanakan, tetapi benar-benar dilaksanakan dan dipantau hasil-hasilnya secara berkesinambungan. [selengkapnya...]
 
Time to Stop the Misuse of House's Budgetary Power, Jakarta Post, 30 July 2012
30 Juli 2012
Korupsi benar-benar menjadi berbahaya jika polanya sudah berkelindan dengan kekuasaan politik. Inilah yang terjadi di Indonesia sekarang ini. Terungkapnya hampir semua politisi di DPR yang menjadi bagian dari Banggar benar-benar menunjukkan bahwa tahapan korupsi sudah sangat berbahaya dan mengancam sendi-sendi kenegaraan. Ketika kekayaan seorang anggota Banggar terbukti meningkat hingga empat kali lipat selama menduduki jabatannya, tidak ada penjelasan yang masuk akal kecuali bahwa kekayaan itu diperoleh karena kekuasaan politiknya dalam menentukan anggaran di berbagai proyek pemerintah. Namun dari semua analisis yang pernah dikemukakan oleh para pakar, jangan-jangan masalah ini bersumber dari arsitektur demokrasi kita yang memiliki sistem akuntabilitas yang sangat rendah, atau bisa jadi karena memang sebagian besar rakyat Indonesia sudah terlalu toleran terhadap fenomena korupsi di sekelilingnya. [selengkapnya...]
 
"Penilep Pajak", Harian Kedaulatan Rakyat
14 Juni 2012
Sebagian orang mungkin geregetan dengan terus munculnya berbagai kasus korupsi dan suap-menyuap di bidang perpajakan. Tetapi sebagian boleh jadi sudah sampai tahap pesimis bahwa masalah mafia perpajakan di Indonesia bisa diberantas. Kasus terakhir yang terungkap adalah penyuapan restitusi pajak yang terjadi di KPP Sidoarjo Selatan. Seperti kasus-kasus sebelumnya, penyuapan tentu melibatkan aparat pajak dan pengusaha yang ingin terbebas dari beban pajak atau mengambil keuntungan dari keringanan pajak. Apakah benar bahwa korupsi di bidang perpajakan benar-benar sudah menggerogoti semua sendi sistem perpajakan sehingga tidak mungkin ditanggulangi? Saya melihat bahwa masalahnya memang sudah mengkhawatirkan karena hampir semua jenjang aparat maupun semua jenis pelaku usaha punya potensi untuk terlibat di dalam suap-menyuap pajak. Namun masalah yang sesungguhnya di Indonesia adalah tidak adanya upaya kolektif untuk memberantas jejaring korupsi ini. Tidak dapat ditawar lagi, vonis yang lebih berat dan tindakan hukum yang konsisten sangat diperlukan dalam peradilan perpajakan. Sementara itu, publik tidak boleh mentolerir lagi bentuk-bentuk penyelewengan pajak sekecil apapun. Hanya dengan begitu kita masih punya harapan untuk mengenyahkan para penilep pajak yang senantiasa menggerogoti kemampuan keuangan negara. [selengkapnya...]
 
"Kegamangan KPK", Kedaulatan Rakyat, 16 Juni 2011
17 Juni 2011
Saya termasuk yang geregetan melihat begitu banyak kasus korupsi besar terlihat begitu mencolok di depan mata sedangkan KPK, satu-satunya lembaga yang masih bisa diharapkan oleh rakyat Indonesia sekarang ini, ternyata semakin melempem. Tulisan saya ini tidak bermaksud melecehkan atau mengkerdilkan KPK. Justru sebaliknya, saya ingin menyeru kepada semua pihak untuk memberi dukungan moril dan dukungan politis buat KPK. Di tengah proses pemilihan jajaran pimpinan KPK sekarang ini, dukungan semacam itu sangat diperlukan. Saat ini, KPK tengah dikepung oleh berbagai kepentingan, justru dari tokoh-tokoh yang kita harapkan secara tulus memimpin upaya pemberantasan korupsi. Presiden sudah begitu banyak membuat pernyataan, tetapi realitas kebijakan yang diambilnya seringkali membingungkan dan menampakkan kurangnya keseriusan dalam memberantas korupsi. DPR berusaha mengikis sedikit demi sedikit kewenangan KPK karena banyak kepentingan politis mereka yang akan dihadang oleh KPK. Sementara itu masa jabatan pimpinan KPK sekarang ini segera berakhir ketika kasus-kasus besar korupsi sedang berjibun. Saya berharap bahwa KPK terus memperoleh dukungan publik yang total dan berkesinambungan. KPK tidak boleh dibiarkan bekerja sendirian. Semua pihak harus punya kontribusi untuk melawan korupsi di bumi pertiwi yang kita cintai ini. [selengkapnya...]
 
"TKD dan Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai Daerah: Kasus Provinsi Gorontalo dan DKI Jakarta", Jurnal BKN, Juli 2011 (forthcoming)
15 Mei 2011
Atas permintaan resmi dari redaksi Jurnal Manajemen Kepegawaian, BKN, saya menulis sebuah artikel mengenai TKD (Tunjangan Kinerja Daerah). Di tengah-tengah antusiasme para pegawai di jajaran pemerintah pusat yang akan memperoleh remunerasi lebih baik, TKD pada awalnya dianggap merupakan kebijakan yang salah karena memang tidak ada peraturan perundangan yang mengaturnya. Tetapi keberanian beberapa pimpinan daerah untuk membuat terobosan bagi peningkatan kinerja pegawai di daerah, akhirnya TKD seolah-olah menjadi salah satu bentuk "best practice" yang kemudian ditiru direplikasi di banyak daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Tetapi benarkah kebijakan TKD itu bisa meningkatkan kinerja pegawai daerah? Saya coba menyoroti kebijakan ini dengan mengaitkan apa yang dilaksanakan di jajaran pemerintah pusat maupun dua kasus yang saya angkat, yaitu di provinsi Gorontalo dan DKI Jakarta. Konsep "pay-to-performance" memang sangat menarik dan belum banyak diterapkan di daerah. Namun pelaksanaan konsep ini memang memerlukan banyak persiapan teknis dan implementasi kebijakan yang konsisten. [selengkapnya...]
 
Dana Publik Yang Mubazir
19 April 2011
Pantaslah bahwa satu dasawarsa kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia tidak menghasilkan kemajuan berarti bagi peningkatan kesejahteraan rakyat karena begitu banyak perumus kebijakan yang membuat dana publik mubazir. Bukti-bukti tentang mubazirnya dana publik di Indonesia, baik yang dialokasikan dari APBN maupun APBD, itu begitu mencolok dan bahkan mendapat sorotan dari majalah berita di luar negeri. Tulisan saya tentu tidak bermaksud membuka aib atau borok dan kelemahana sistem pemerintahan setelah demokratisasi yang kita nikmati sekarang ini. Namun saya bermaksud menyampaikan argumentasi bahwa ada banyak hal yang harus dilakukan setelah kebijakan desentralisasi dirumuskan. Hasil dan dampak kebijakan memang tidak hanya bisa diperoleh begitu saja setelah undang-undang, peraturan pemerintah maupun produk-produk peraturan lainnya diratifikasi. Diperlukan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan untuk melaksanakan dan sekaligus mengawalnya. Tulisan ini saya kirimkan ke harian Kompas. Tetapi dari redaksi saya mendapat balasan bahwa belum ada tempat. Okelah, mudah-mudahan ini tetap bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. [selengkapnya...]
 
"Tersuap dan Penyuap", Artikel Lepas mengenai Langkah KPK
05 Oktober 2010
Di tengah skeptisisme publik terhadap KPK yang kelihatan melempem karena berbagai tekanan politik tingkat tinggi, KPK melakukan langkah berani dengan menetapkan 26 orang anggota DPR sekaligus sebagai tersangka penyuapan pemilihan Deputi Gubernur BI. Tetapi yang ditetapkan sebagai tersangka ternyata baru pihak-pihak yang diduga menerima suap, bukan para penyuapnya. Gejala apakah ini? Saya coba menulis mengenai hal ini dari perspektif kalkulasi politik para pimpinan KPK. Tulisan ini saya kirim ke harian Kedaulatan Rakyat. Namun, dengan alasan karena tulisan ini terlalu panjang, tulisan ini ditolak oleh redaksi. Apa boleh buat, inilah penyakit saya setiap kali menulis. Terlalu panjang dan mungkin kelihatan berbelit-belit. Tetapi saya sengaja memposting kembali tulisan ini untuk bisa diketahui oleh publik. Kalau ada kritik dan saran dari pembaca, saya tentu akan sangat senang. [selengkapnya...]



 
   Copyright © 2020 Wahyudi Kumorotomo. All rights reserved.