Local Good Governance dan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pemerintahan, Pidato Pembuka Konreg AP, USU, Medan, 13 Nov 2015
18 November 2015
Absurd! Inilah nuansa yang saya rasakan ketika bicara tentang Good Governance di depan para mahasiswa dan dosen Administrasi Publik di USU, Medan, ketika pada saat yang sama semua mata dan telinga tertuju ke berita tentang korupsi diantara para pejabat pemerintah di provinsi Sumatera Utara. Tetapi ketika mendapat undangan mengenai tema Konferensi Regional tentang Administrasi Publik di Medan ini, saya justru ingin mengetuk nurani dan logika para mahasiswa untuk memulai bicara etika dan sistem akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia pada umumnya yang masih sangat buruk. "Marilah kita mengubah Indonesia dengan mulai dari Medan!". Inilah pesan yang ingin saya katakan kepada para mahasiswa sebagai pemilik masa depan Indonesia. Saya harap para mahasiswa dan perumus kebijakan daerah itu benar-benar bisa mempertimbangkan dan memikirkan pesan ini. Semoga.
[selengkapnya...]
Implementasi Reformasi Birokrasi di Daerah, Seminar RB di Setda Kab Bantul
19 Oktober 2015
Reformasi Birokrasi menjadi kata kunci yang begitu sering disampaikan oleh para pejabat di Indonesia. Di berbagai daerah, Reformasi Birokrasi (RB) juga menjadi topik yang selalu muncul dalam berbagai kesempatan. Tetapi mengapa setelah sekian tahun wacana ini terdengar kualitas pelayanan oleh birokrasi publik tidak juga dapat ditingkatkan? Seperti sudah sering disampaikan oleh para akademisi dan peneliti yang serius di bidang ini, implementasi RB di Indonesia ternyata tidak sesuai dengan gelegar konsepnya. Di banyak daerah, antusiasme terhadap wacana RB juga tidak diimbangi oleh upaya untuk memahami tujuan pokoknya, yaitu menciptakan sistem pelayanan publik yang responsif, efektif, efisien dan sekaligus akuntabel. Bahkan setelah dilaksanakannya UU No.5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, belum banyak yang berubah dalam jajaran birokrasi pemerintah di tingkat pusat maupun daerah. Dalam sebuah seminar di kabupaten Bantul ini, saya juga menyampaikan hasil mitigasi dari pengalaman sejak implementasi dari Undang-undang ini bahwa ada beberapa dampak negatif yang harus diantisipasi dengan baik.
[selengkapnya...]
Sinergi DPD-RI dan Pemda dalam Penyusunan Anggaran Pro-Rakyat, Jogja
30 Juli 2015
Setelah sekian lama para wakil rakyat dari daerah yang menjadi unsur pembentuk DPD mengeluhkan tentang kecilnya peran mereka dalam proses perumusan kebijakan publik di Indonesia, ada titik perubahan baru yang memungkinkan para anggota DPD berkontribusi dalam penyusunan APBN dan APBD. Namun untuk menuju kepada sistem bikameral yang menempatkan anggota "Senat" daerah ini ke dalam proses yang sesungguhnya di Indonesia, tampaknya masih perlu waktu yang panjang. Saya termasuk yang secara objektif ingin melihat bagaimana sesungguhnya kemampuan para Senator itu dalam memahami anggaran publik. Pengalaman pribadi saya menunjukkan bahwa dari segi substansi belum banyak para anggota DPD yang benar-benar menguasai peta permasalahan kebijakan publik, apalagi mampu dan berani mengusulkan terobosan kebijakan yang diperlukan. Meskipun forum yang digagas oleh DPD kali ini bermaksud mendengarkan usulan dari publik mengenai peran DPD terkait dengan proses penyusunan APBN dan APBD, saya justru ingin menantang kepiawaian mereka dalam hal memahami substansi masalah penganggaran publik di Indonesia sekarang ini.
[selengkapnya...]
Reformasi Birokrasi Indonesia, Tantangan Implementasi dalam Krisis Paradigma, STIA-LAN, Bandung
30 Juni 2015
Memenuhi undangan dari Ketua STIA-LAN Bandung, saya membahas berbagai persoalan teoretis maupun praksis dalam disiplin ilmu administrasi negara di Indonesia. Dari segi teoretis, tantangan yang harus dihadapi bagi para ilmuwan administrasi negara adalah ketiadaan paradigma yang benar-benar dapat diikuti dengan mantab. Teori tentang birokrasi yang model dasarnya berasal dari Max Weber sekarang ini sudah didapati memiliki banyak kelemahan dan perlu pemikiran baru yang lebih sesuai dengan tantangan zaman. Sementara itu, teori baru tentang organisasi publik yang dikembangkan oleh paradigma New Public Management (NPM) sejak tahun 1990-an ternyata berumur sangat pendek dan belakangan terbukti sulit diterapkan atau bahkan mengakibatkan krisis ekonomi di beberapa negara pada awal abad ke-21 ini. Oleh sebab itu, para ilmuwan administrasi negara tengah dihadapkan pada krisis paradigma yang serius. Dari segi praksis, peran para ilmuwan dalam memecahkan persoalan birokrasi publik di Indonesia masih belum kelihatan. Menghadapi inefisiensi dan inefektivitas organisasi pemerintah sekarang ini, belum banyak kontribusi yang dapat ditunjukkan oleh para ilmuwan, peneliti, dosen ataupun akademisi di bidang administrasi negara. Lalu, apa yang harus segera dilakukan? Saya membahasnya bersama para dosen di STIA-LAN, Bandung. Tetapi ternyata forum ini juga melibatkan dosen dan peneliti dari Unpad, Unpar, IPDN, serta para birokrat di tingkat pusat dan daerah.
[selengkapnya...]
"Anggaran Publik untuk BPJS Kesehatan", Seminar Bulanan, Program S2 MKP, Fisipol UGM
27 Mei 2015
Hasil penelitian tentang kebijakan untuk menciptakan sistem Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage, UHC) yang saya tulis dari kegiatan fellowship di University of Geneva saya paparkan dalam Seminar Riset Bulanan di ruang seminar MAP-UGM. Semua unsur kebijakan yang mengarah kepada UHC sudah dimiliki di Indonesia dengan beroperasinya BPJS Kesehatan sejak tahun 2014. Unsur-unsur itu antara lain sistem pembayaran layanan kesehatan yang bersifat prospektif, skema asuransi wajib, pengumpulan dana premi secara nasional, cakupan layanan untuk keluarga miskin, serta sistem kapitasi Case-Base Mix. Tetapi untuk dapat mencapai target ambisius berupa penjaminan biaya kesehatan bagi semua warga-negara Indonesia pada tahun 2019, banyak kendala implementasi yang harus dilewati. Dengan komitmen anggaran publik Indonesia yang hanya 3% dari PDB serta masalah koordinasi kebijakan yang masih sangat sulit, memang tidak mudah mencapai tujuan kebijakan tersebut. Pemahaman tentang pembiayaan jaminan kesehatan ini harus dilihat dari perspektif multi-disiplin, mulai dari ilmu ekonomi makro, politik, keuangan negara, farmasi dan kedokteran, kesehatan masyarakat, hingga sosiologi dan anthropologi kesehatan.
[selengkapnya...]
Catatan Raperda Adminduk Inisiatif DPRD Provinsi DI Yogyakarta, Komisi A, DPRD DIY
26 Februari 2015
Sebuah acara konsultasi publik yang diselenggarakan oleh Komisi A, DPRD DI Yogyakarta, menghadirkan dua orang narasumber dari akademisi. Saya mencoba mengambil kesempatan ini untuk membedah sebuah Rancangan Peraturan Daerah yang seringkali masih mentah dan belum mengisi kekosongan hukum (legal vacuum) yang signifikan. Dalam draf Perda Adminduk yang merupakan inisiatif Dewan ini, banyak muatan regulasi yang sebenarnya sudah terdapat di tingkat perundangan yang lebih tinggi, diantaranya UU No.UU No.24 tahun 2013 dan Perpres No.112/2013 yang mengatur lingkup kebijakan yang sama. Salah satu yang mungkin mengemuka dalam Ranperda ini hanyalah soal KIA (Kartu Identitas Anak) dan KTLD (Kartu Tinggal Lain Domisili). Masalahnya, apakah Ranperda semacam ini memang benar-benar diperlukan dan akan membawa kemaslahatan bagi publik? Bagi wilayah Jogja yang sangat mengandalkan bisnis pariwisata, apakah ketentuan Adminduk ini tidak justru menambah ribet urusan warga? Saya melihat bahwa gagasan untuk membuat regulasi di banyak daerah seringkali masih problematis dan belum betul-betul memiliki muatan misi kebijakan untuk memecahkan masalah yang jelas.
[selengkapnya...]
"Reformasi Penggajian ASN", Semiloka dan Konsultasi Publik UU No.5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, UC Hotel, Jogja
25 Februari 2015
Memenuhi undangan dari Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan & RB) saya memaparkan beberapa pemikiran tentang sistem penggajian bagi PNS di Indonesia. Salah satu amanat dari UU No.5/2014 adalah disusunnya Peraturan Pemerintah (PP) khusus mengenai sistem penggajian, remunerasi, tunjangan atau sistem imbalan pada umumnya bagi PNS. Wacana tentang perombakan sistem penggajian ini sudah beredar lama diantara para akademisi, peneliti, maupun perumus kebijakan menyangkut PNS. Namun sampai sekarang tampaknya pemerintah masih ragu-ragu untuk membuat garis kebijakan reformasi yang jelas mengenai sistem penggajian. Setidaknya ada tiga pokok persoalan yang harus termuat dan dapat dipecahkan dengan PP ini apabila bisa segera diwujudkan, yaitu: 1) Pemberlakuan sistem gaji tunggal (single salary), 2) Pembenahan sistem pensiun pegawai yang lebih layak dan berkelanjutan, dan 3) Penggajian yang punya keterkaitan langsung dengan kinerja pegawai. Pentingnya pemberlakuan sistem "pay-for-performance" sudah sering disampaikan dalam berbagai seminar dan lokakarya. Inilah saatnya pemerintah serius mempersiapkannya agar pelayanan publik menjadi lebih efisien dan responsif sehingga daya saing bangsa dapat meningkat secara signifikan.
[selengkapnya...]
Politik Anggaran: Harga BBM dan Pengalihan Subsidi, Kuliah Umum Pasca-Sarjana, Fisip, Universitas Bengkulu
16 Januari 2015
Setelah sempat tertunda beberapa lama, saya akhirnya jadi ke Bengkulu memenuhi undangan Wakil Dekan Fisipol UNIB untuk bicara di depan para mahasiswa Magister Ilmu Administrasi (MIA). Topik yang dikehendaki kebetulan sangat aktual, yaitu bagaimana politik anggaran yang terkait dengan harga BBM dan pengalihan subsidi di Indonesia. Pemerintah Jokowi berencana untuk menurunkan harga BBM lagi setelah mengetahui bahwa harga minyak mentah di pasar internasional turun drastis dari angka 90 USD per barel menjadi 45 USD per barel. Tetapi apakah rencana presiden untuk menurunkan lagi harga BBM itu bijaksana? Saya cenderung mengajukan jawaban tidak. Disamping karena harga minyak secara internasional belum tentu pada tingkat yang rendah seperti ini untuk jangka waktu yang panjang, harga BBM yang terlalu murah hanya akan mengakibatkan pemborosan energi tak terbarukan ini terus berkelanjutan sedangkan upaya penghematan energi kurang mendapatkan insentif yang memadai. Di luar itu, yang penting bagi pemerintah adalah memikirkan secara serius pengalihan subsidi dan menindaklanjutinya dengan implementasi yang konsisten. Infrastruktur, transportasi publik, ketahanan pangan adalah sebagian dari aspek kebijakan yang perlu mendapatkan belanja pemerintah yang lebih besar supaya daya saing Indonesia terus meningkat. Saya harap kuliah umum di UNIB ini akan memicu pemikiran bagi generasi birokrat di pemerintah daerah yang lebih punya komitmen untuk memanfaatkan anggaran pemerintah buat kepentingan publik.
[selengkapnya...]
Pencegahan Korupsi dan Etika Administrasi Negara, Kuliah Umum FISIP Universitas Hang Tuah, Surabaya
14 Januari 2015
Di Universitas Hang Tuah (UHT), sebuah PTS di Surabaya yang didirikan oleh Yayasan milik Angkatan Laut, saya mendapat undangan untuk memberikan kuliah umum tentang pencegahan korupsi dan etika administrasi negara. Presiden Jokowi memiliki visi yang cocok dengan strategi kemaritiman dan kelautan. Karena itu, saya sangat antusias memberikan ceramah dan berdiskusi dengan para mahasiswa yang masih idealis tersebut. Di luar dugaan, ada begitu banyak pertanyaan kritis yang mereka ajukan seputar upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Saya berharap bahwa butir-butir pemikiran tentang apapun langkah yang harus dilakukan bagi penyadaran mengenai pentingnya penciptaan integritas pejabat publik supaya Indonesia menjadi negara yang lebih maju dan bermartabat itu tidak terhenti dalam wacana. Betapapun, kalau menyangkut etika bagi para pejabat dan birokrat publik, yang penting bukanlah wacananya tetapi penghayatan dan pelaksanaannya secara konsisten.
[selengkapnya...]
"Mengatasi Fragmentasi Kepentingan: Politik Anggaran Subsidi", Seminar PSKK-UGM, Jogja
05 Desember 2014
Seminar nasional yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, UGM, kali ini tampaknya terkait dengan isu kebijakan aktual mengenai pengurangan subsidi BBM yang ditetapkan oleh presiden Jokowi baru-baru ini. Saya diminta untuk menyampaikan pendapat dari sisi politik anggaran publik di Indonesia. Tanpa memerlukan analisis dan uraian empiris yang terlalu canggih, sebenarnya kita bisa melihat bahwa APBN dan APBD kita masih sangat tumpul dalam mengatasi masalah-masalah publik di Indonesia. Kegamangan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM yang sudah jelas kurang tepat sasaran serta buruknya sistem penerimaan maupun belanja pemerintah mengakibatkan semakin sempitnya ruang bagi kebijakan fiskal yang efektif sementara aspirasi dan tuntutan masyarakat dalam tatanan yang demokratis semakin kuat. Setelah menaikkan harga BBM, ruang fiskal itu kini sedikit lebih longgar. Tetapi yang pasti akan dituntut oleh rakyat adalah apakah rencana pengalihan subsidi BBM itu benar-benar bisa tepat sasaran dan membuat peran anggaran publik di Indonesia lebih signifikan. Saya juga melihat bahwa lemahnya daya-dorong anggaran publik itu disebabkan karena fragmentasi kepentingan yang semakin rumit justru seiring dengan semakin demokratisnya Indonesia. Apakah pemerintah bisa mengatasi fragmentasi kepentingan itu sehingga bisa lebih memusatkan subsidi kepada program-program yang lebih mendesak dan lebih dibutuhkan oleh rakyat? Inilah pertaruhan politik dan administratif yang akan sangat menentukan kredibilitas presiden baru kita.
[selengkapnya...]