Profesionalisme Pelayanan di Bidang Perijinan, Lokakarya Pengaduan Masyarakat, Dinas Perijinan Kabupaten Bantul
18 November 2014
Saya diundang lagi berbicara di sebuah lokakarya tentang upaya menyempurnakan pelayanan di bidang perijinan. Dinas Perijinan Kabupaten Bantul membuat inisiatif lokakarya ini sebagai bagian dari upaya untuk selalu menyegarkan pegawainya tentang gagasan-gagasan baru di bidang pelayanan perijinan. Selain UU No.25/2009 tentang Pelayanan Publik, ada serangkaian peraturan yang mengharuskan agar Pemda membentuk PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Gagasannya sebenarnya sederhanya, yaitu memadukan banyak sistem pelayanan perijinan dan memperpendek prosedur supaya semua bentuk ijin dapat diperoleh dengan efisien, murah, cepat, transparan dan akuntabel. Di banyak daerah, upaya itu sudah dilakukan dengan mencanangkan berbagai program efisiensi. Tetapi memang tidak semua daerah berhasil melakukannya. Hanya dengan komitmen pimpinan yang kuat dan para pegawai yang profesional, keinginan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan perijinan itu dapat dicapai. Landasan untuk profesionalisme pegawai sudah ada dengan disahkannya UU No.5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Jadi, saat ini Pemda tinggal memastikan bahwa iklim profesionalisme dapat ditanamkan dalam tata-kerja dan manajemen di Dinas Perijinan. Inilah saatnya untuk bekerja mewujudkan itu.
[selengkapnya...]
Seruan Moral Ilmuwan Indonesia Mengenai Konstelasi Politik Nasional, Gedung Pasca-UI, Salemba
10 Oktober 2014
Sebuah inisiatif yang bagus dari Prof.Sulistyowati Irianto, Direktur Pasca Sarjana UI, untuk membuat petisi yang ditandatangani oleh lebih dari 350 ilmuwan, dosen dan peneliti dari seluruh Indonesia, mengenai keprihatinan terhadap perilaku politik diantara wakil rakyat di DPR. Saya sengaja datang dari Jogja untuk secara khusus menghadiri acara tunggal ini. Masalah pemerintahan yang terbelah (divided government) adalah salah satu yang saya angkat untuk diantisipasi oleh pemerintah yang akan datang di bawah presiden Jokowi. Eksekutif dan legislatif dikuasai oleh dua kubu yang tampaknya dipenuhi oleh dendam untuk saling menjatuhkan. Lalu, bagaimana nasib kebijakan publik yang benar-benar ditunggu sekian lama oleh rakyat? Dalam proses pembuatan keputusan mengenai Pilkada Langsung, sudah jelas tampak bahwa nafsu untuk saling menjegal dan meraih kekuasaan dengan mengorbankan kedaulatan rakyat itu yang lebih mengemuka dalam debat maupun pembuatan keputusan secara politis di DPR. Sekali lagi, rakyat kebagian apa? Inilah yang benar-benar memprihatinkan.
[selengkapnya...]
Tantangan Pelayanan Publik di Bidang Pertanahan, Rakor Setwapres Bidang Pertanahan, Hotel Santika, Jogja
25 September 2014
Atas permintaan dari Setwapres, saya memenuhi undangan sebagai narasumber dalam sebuah forum Rapat Koordinasi yang diisi seminar tentang Pelayanan Publik di Bidang Pertanahan. Administrasi pertanahan merupakan salah satu wilayah pelayanan publik yang sampai saat ini kurang banyak dibahas dalam forum-forum terbuka. Pada hal begitu banyak sebenarnya keluhan masyarakat yang diungkapkan terkait dengan persoalan pelayanan administrasi pertanahan. Saya mencoba melihat kaitan antara masalah pelayanan publik di bidang pertanahan ini dengan strategi nasional mengenai reforma agraria serta persoalan korupsi yang masih banyak menjangkiti berbagai bentuk pelayanan publik. Kurangnya pemanfaatan teknologi mutakhir tampaknya juga merupakan penyebab mengapa administrasi pertanahan masih relatif tertinggal jika dibandingkan aspek-aspek pelayanan publik lainnya.
[selengkapnya...]
Pembentukan Kabinet Kerakyatan, Simposium Nasional II Jalan Kemandirian Bangsa, JKSG-UMY, Yogyakarta
02 September 2014
Proses transisi pemerintahan dari rejim Susilo Bambang Yudhoyono ke rejim Joko Widodo masih berlangsung. Perhatian publik kini beralih kepada berbagai rencana yang akan dilakukan oleh rejim baru supaya bisa benar-benar melakukan perubahan kebijakan sesuai kehendak rakyat. Dalam salah satu forum yang membahas tentang transisi pemerintahan ini, saya mengirimkan paper tentang profil kabinet yang dibutuhkan untuk lima tahun mendatang. Di tengah seruan berbagai pihak untuk melakukan perampingan profil kabinet dan menunjuk tokoh-tokoh yang ahli di bidangnya, UU No.39/2008 tentang Kementerian Negara masih memungkinkan terciptanya profil kabinet yang gemuk dengan 34 kementerian. Di luar itu, peluang untuk membentuk lembaga-lembaga pemerintahan yang sifatnya ad-hoc juga masih terbuka lebar. Sesuai dengan kriteria tentang efisiensi dan efektivitas, kabinet semestinya dibuat ramping supaya gesit untuk menghadapi tantangan perubahan kebijakan yang dinamis. Namun konstelasi politik memang tidak memberi ruang manuver yang luas bagi pemerintahan baru di bawah Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Beranikah mereka menentang arus utama yang tetap menginginkan status quo? Publik sekarang menunggu jawabannya.
[selengkapnya...]
Integrasi Perencanaan dan Penganggaran, Catatan Reposisi Bappenas, Hotel Royal Heritage, Surakarta
19 Juli 2014
Tim Analisis Kebijakan (TAK) Bappenas mengundang saya untuk membicarakan sebuah masalah besar yang dihadapi dalam sistem administrasi keuangan di Indonesia, yaitu kurang terintegrasinya sistem perencanaan dengan sistem penganggaran. Di bawah UU No.17/2003, proses perencanaan dan penganggaran memang menjadi terpisah dan terkadang mengakibatkan banyak persoalan sinkronisasi kebijakan. Format rencana yang dibuat oleh Bappenas melalui mekanisme Musrenbang dan menghasilkan RKP (Rencana Kerja Pembangunan) setiap tahun seringkali tidak sinkron dengan format alokasi anggaran seperti tertuang di dalam RKA-KL (Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga) yang dibuat oleh Kementerian Keuangan. Di tengah tahun fiskal, seringkali terjadi perubahan yang memaksa dibuatnya APBN-P sedangkan indikator-indikator awal rencana tidak lagi digunakan sebagai bahan evaluasi mengenai efektivitas pendanaan bagi program-program pembangunan pemerintah. Dengan pemerintahan baru yang segera terbentuk setelah hasil rekapitulasi suara dalam Pilpres diumumkan oleh KPU tanggal 22 Juli 2014, pasti akan banyak hal yang berubah dalam struktur kabinet dan kelembagaannya. Pada saat yang sama, kekuasaan Banggar di DPR telah dikurangi dengan keluarnya keputusan MK No.35/PUU-IX/2013 sehingga mitra Kementerian Keuangan dalam pembahasan rinci anggaran saat ini belum jelas. Lalu, apakah Bappenas bisa mengambil kembali peranannya dalam penganggaran pembangunan seperti pada masa Orde Baru? Kalau tidak, apakah sebaiknya Bappenas dilebur menjadi setingkat Eselon I di bawah kantor kepresidenan? Isu-isu kelembagaan inilah yang antara lain dibahas dalam diskusi kelompok terarah di Solo ini.
[selengkapnya...]
Pencegahan Korupsi dalam Pengadaan, Bag Litbang Kedeputian Pencegahan, KPK, Jakarta
23 Juni 2014
Bagian Litbang Deputi Pencegahan KPK punya inisiatif untuk melakukan Corruption Impact Assessment (CIA) di bidang pengadaan barang dan jasa dengan mengundang beberapa pakar dan peneliti dari berbagai lembaga. Sebagai akademisi yang diundang dalam persiapan kegiatan ini, saya merasa mendapatkan kehormatan untuk ikut serta mencurahkan gagasan di KPK agar masalah korupsi yang merupakan penyakit bangsa paling berbahaya di Indonesia sekarang ini dapat diberantas atau setidaknya dapat dicegah sebelum terjadi. Sebagian besar yang diundang adalah pakar pengadaan barang dan jasa dari LKPP, jaksa yang mengkhususkan diri pada korupsi pengadaan, pakar hukum dagang dan hukum pidana. Hanya saya sendiri yang punya latar belakang kebijakan publik. Titik awal dari analisis CIA adalah menemukan berbagai kelemahan dalam kebijakan dan regulasi tentang pengadaan. Pihak pemerintah sendiri tampaknya masih skeptis mengenai perlunya Undang-undang Pengadaan masuk ke agenda legislasi. Sementara itu, sanksi pidana memang hanya bisa dibebankan terhadap pelanggaran jika produk hukumnya sudah setingkat undang-undang dan bukan sekadar Perpres No.54/2010 dan Perpres No.70/2012 yang selama ini menjadi acuan. Tetapi benarkah bahwa semua yang diperlukan di dalam sebuah undang-undang telah dituangkan dalam RUU yang sekarang ini telah beredar diantara pakar tersebut? Inilah yang perlu benar-benar dicermati dalam analisis terhadap regulasi yang telah ada.
[selengkapnya...]
Pemikiran tentang Revisi UU No.32/2004 mengenai Pemerintahan Daerah, Diskusi bersama Sekretariat DPR
15 April 2014
Beberapa orang staff dan tenaga ahli Sekretariat DPR-RI berkunjung ke Jurusan MKP, Fisipol UGM, untuk membicarakan tentang draf revisi UU No.32/2004. Saya mendapat perintah dari Ketua Jurusan untuk menjadi pemantik diskusi mengenai RUU ini. Terus-terang, saya sendiri heran apakah momentumnya masih tepat untuk membicarakan RUU ini. Posisi anggota DPR sendiri saat ini sudah menjadi "lame-duck" dan tampaknya tidak tertarik lagi untuk membahas rencana legislasi yang temanya cukup strategis dan berpotensi menimbulkan konflik seperti undang-undang sistem pemerintahan daerah ini. Selain itu, setelah selesainya Pemilu Legislatif dan sekarang banyak pimpinan Parpol maupun politisi bernegosiasi untuk Pemilu Presiden, apakah masih ada energi para anggota DPR untuk bicara tentang penyelesaian legislasi? Tetapi baiklah, dengan mengesampingkan semua keraguan tentang keseriusan para anggota DPR, saya menyampaikan beberapa pemikiran tentang persoalan pemerintahan di daerah dalam forum ini. Kalaupun tidak menjadi pertimbangan dari para anggota DPR yang menjabat sekarang, setidaknya saya berharap supaya isu-isu kebijakan terkait pemerintahan daerah ini bisa ditangkap oleh anggota DPR periode yang akan datang.
[selengkapnya...]
Tuntutan bagi Jabatan Fungsional Perencana Berdasarkan UU No.5 th 2014, hotel Lumire, Jakarta
10 Maret 2014
Untuk bahan sosialisasi bagi para pegawai yang memiliki Jabatan Fungsional Perencana (JFP), Pusbindiklatren Bappenas menyelenggarakan sebuah seminar kecil yang menghadirkan beberapa pembicara dari Kemenpan & RB, BKN, LAN, dan beberapa Kementerian teknis. Sesepuh Bappenas, Prof.Mustopadidjaja, termasuk yang diundang dalam seminar. Dengan berbekal UU ASN yang sudah ada di tangan para peserta, riwayat ratifikasi undang-undang yg alot, serta ide-ide baru bagi terobosan untuk reformasi birokrasi, saya mengupas bagaimana implikasinya terhadap pegawai JFP. Profesionalisme adalah dasar yang kuat bagi apapun sistem yang diberlakukan. Karena itu, bagi pegawai yang sudah menjunjung tinggi komitmen dan profesionalisme, sebenarnya tidak perlu ada kekhawatiran dengan pemberlakuan undang-undang baru ini. Pegawai justru akan merasa aman dan menikmati pekerjaan mereka jika sudah bekerja secara profesional untuk tujuan pelayanan publik yang lebih baik.
[selengkapnya...]
Reformasi Birokrasi, Remunerasi dan Kinerja Sektor Publik, FGD Direktorat Apneg Bappenas, Hotel Akmani, Jakarta
01 Desember 2013
Sebuah diskusi mengenai reformasi birokrasi dan remunerasi digelar di Jakarta oleh Direktorat Aparatur Negara Bappenas dengan fasilitasi dari GIZ Jerman. Banyak pihak yang sudah begitu keras mengkritik tentang reformasi birokrasi di Indonesia yang hanya sekadar ditafsirkan sebagai perbaikan remunerasi. Disamping belum bisa meningkatkan kinerja birokrasi publik secara signifikan, kebijakan penambahan remunerasi ternyata membawa konsekuensi fiskal yang begitu besar. Lebih dari seperlima belanja APBN sudah harus digunakan untuk membayar PNS di Indonesia setelah kebijakan remunerasi. Sementara itu, kebutuhan untuk membayar pensiun PNS tidak bisa lagi dibayarkan oleh PT Taspen sehingga membebani pengeluaran negara yang posisi terakhirnya sudah mencapai Rp 74 triliun per tahun. Apa saja perubahan kebijakan yang diperlukan untuk mengatasi persoalan ini? Sekali lagi, sudah begitu banyak gagasan dikemukakan oleh para pakar dan konsultan sektor publik guna mengatasi persoalan ini. Yang diperlukan sekarang adalah menemukan kebijakan strategis yang terukur, benar-benar bisa dilaksanakan, dan diterima oleh semua pemangku kepentingan.
[selengkapnya...]
Beberapa Pemikiran tentang RUU Pengadaan Barang dan Jasa, Konsultasi Publik Kemitraan, hotel Aston Jogja, 29 Okt 2013
30 Oktober 2013
Melihat kenyataan bahwa hampir 70% dari kasus korupsi yang terungkap di Indonesia bermula dari pengadaan barang dan jasa (PBJ), urgensi untuk mengesahkan UU tentang Pengadaan sangat jelas. Banyak korupsi dan penyimpangan dari PBJ yang lolos dari jerat hukum karena memang belum ada kerangka hukum yang bisa memberikan sanksi pidana secara eksplisit. Tetapi kemajuan dari RUU PBJ sampai sekarang berjalan begitu lambat. Draf yang diajukan ke Setneg ditolak mentah-mentah oleh Kementerian Teknis, Kementerian Keuangan, dan konon oleh Bappenas sendiri yang sebenarnya pernah membidani terbentuknya LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah). Sementara itu, 2 draf RUU yang diusulkan oleh aliansi masyarakat sipil masih belum jelas nasibnya. Menurut beberapa kawan di LSM, draf itu mungkin harus disorongkan lewat DPR agar bisa menjadi bagian dari Prolegnas dan dapat diteruskan ke proses ratifikasi. Melihat materi yang tampak dalam Naskah Akademik maupun draf RUU tersebut, memang dapat dipahami bahwa banyak pihak yang merasa kepentingannya terancam oleh RUU ini. Memenuhi undangan konsultasi publik yang diselenggarakan oleh Kemitraan, saya hadir dan mencoba memantik diskusi publik agar agenda kebijakan yang sangat penting ini bisa bergulir lebih lanjut.
[selengkapnya...]