Tahun 2024 ini rakyat Indonesia akan mengadakan perhelatan besar: Pemilu untuk meneruskan regenerasi kepemimpinan. Ada banyak pendapat bahwa Indonesia sedang mengalami "democracy backsliding" sehingga kualitas hasil Pemilu kali ini banyak diragukan. Betulkah?
April 2024
Hari ini
Mg Sn Sls Rb Kms Jmt Sbt
31123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
2829301234
567891011
 

Seminar



Bedah RUU ASN, Komisi II DPR, hotel Sahid Jaya, Jakarta
03 Oktober 2012
Sebuah forum diskusi yang cukup panas berlangsung dalam acara Bedah RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diselenggarakan oleh Komisi II DPR. Dari segi konseptual, pembuatan Naskah Akademik maupun RUU yang telah berlangsung selama dua tahun terakhir ini sebenarnya banyak yang bersifat progresif untuk mengatasi berbagai persoalan yang membelit birokrasi publik di Indonesia. Sebagian besar anggota DPR di Komisi II tampaknya sudah setuju dengan gagasan mengenai penyederhanaan jabatan struktural di kalangan PNS, pembentukan JES (Jabatan Eksekutif Senior), pemberian remunerasi berdasarkan kinerja, pembentukan KASN (Komite Aparatur Sipil Negara, pengenalan sistem rekrutmen pegawai berdasarkan kontrak, dan banyak lagi aspek positif perubahan yang hendak diatur di dalam undang-undang. Tetapi tampaknya resistensi justru berasal dari jajaran pemerintah sendiri karena kesalahpahaman dalam konsep, kekhawatiran akan hilangnya jabatan, berkurangnya tunjangan struktural, keharusan untuk memenuhi standar kinerja, dan sebagainya. Sebagai salah satu narasumber, saya menangkap begitu kuatnya saling curiga antara lembaga eksekutif dan legislatif di republik ini. Di tengah perdebatan yang panas ini, barangkali akan lebih baik jika diskusi dan konsultasi publik ini selanjutnya bisa digelar dengan lebih banyak melibatkan kalangan civil-society seperti LSM, akademisi, wartawan, dan masyarakat pada umumnya sehingga pertentangan pendapat tidak sekadar terjadi secara diametral seperti yang saya rasakan dalam forum ini. [selengkapnya...]
 
Konsep Kesejahteraan Sosial dan Penyimpangan Dana Bansos, Diskusi Internal KPK, 29 Agustus 2012
29 Agustus 2012
Memenuhi undangan diskusi internal dari Deputi Pimpinan Bidang Pencegahan di KPK, saya hadir dengan memaparkan beberapa konsep ideal tentang negara kesejahteraan, gagasan tentang kebijakan sosial serta praktik implementasi penggunaan dana Bansos (Bantuan Sosial) di Indonesia. Saya sangat senang dengan forum ini karena disamping berbicara bersama para pakar ekonomi kerakyatan Prof. Sri Edi Swasono dan Dr. Revrisond Baswir, diskusi juga diikuti secara serius oleh tiga dari lima pimpinan KPK, yaitu Busyro Muqoddas, Bambang Widjoyanto, dan Zulkarnain. Sebagaimana diketahui oleh publik, penggunaan dana Bansos oleh jajaran pemerintah pusat maupun pemerintah daerah banyak yang kurang efektif, salah sasaran, atau bahkan mengalami banyak penyimpangan. Tetapi persoalan yang sangat serius di Indonesia sebenarnya bermula dari kelemahan dalam pelaksanaan konsep negara kesejahteraan (welfare state) dan tugas negara dalam pemenuhan kesejahteraan sosial yang menyeluruh seperti terdapat di dalam amanat UUD 1945. Pelaksanaan konsep Bantuan Sosial seperti tercantum di dalam UU No.11/2009 juga rancu karena pemanfaatan dana bantuan sosial yang terdapat bukan saja di Kementerian Sosial tetapi juga di hampir semua jajaran K/L ternyata tumpang-tindih dengan Tupoksi utama dari masing-masing kementerian. Di daerah, penyimpangan dana Bansos juga sering terjadi karena alokasinya sangat tergantung kepada diskresi Kepala Daerah sehingga sering hanya sekadar menjadi dana taktis Gubernur, Bupati atau Walikota. Bagaimana mengurai benang kusut ini? Perubahan kebijakan yang radikal mungkin sangat diperlukan. Tetapi saya berharap para personil di KPK bisa memulai dengan mencegah maupun menindak penyimpangan yang sudah sering terjadi. [selengkapnya...]
 
Keterlibatan Multi-Stakeholders dalam Pemberantasan Korupsi di Pengadaan, hotel Phoenix, Jogja
13 Agustus 2012
Kalau diketahui bahwa sebagian besar tindak pidana korupsi di Indonesia bermula dari pengadaan barang dan jasa, apakah memang manajemen pengadaan kita masih lemah? Banyak hal yang bisa diperdebatkan dari pertanyaan ini. Yang jelas, begitu banyak kasus besar korupsi di Indonesia belakangan ini seperti kasus Wisma Atlet di Palembang, fasilitas olah-raga di Hambalang, instalasi panel surya untuk listrik pedesaan, hingga pengadaan kitab suci Al Quran, terjadi sejak saat perumusan kebijakan untuk melakukan pengadaan. Dengan kata lain, pencegahan korupsi di bidang pengadaan bukan hanya soal administrasi pengadaan atau soal pelanggaran prosedur. Ada begitu banyak mekanisme pengadaan yang prosedurnya sangat rapi, tetapi di dalamnya penuh pat-gulipat dan rekayasa. Itulah sebabnya mengapa implementasi e-procurement perlu terus dikembangkan dalam sistem pengadaan. Pengembangan sistem juga menuntut agar sistem peraturan pengadaan tetap mengacu kepada praktik internasional yang baik sehingga Indonesia bisa terus memperbaiki reputasi mengenai integritas di bidang pengadaan. Di atas semua itu, penyempurnaan sistem pengadaan dan upaya pencegahan korupsi di bidang pengadaan harus melibatkan berbagai pihak, bukan saja unsur pemerintah, tetapi juga pihak swasta, serta unsur-unsur civil society yang lebih luas. [selengkapnya...]
 
"Peningkatan Efektivitas Belanja Daerah: Agenda Kebijakan Desentralisasi Fiskal", Seminar Pasca Satu Dasawarsa Desentralisasi, Unpad, Bandung, 17 Juli 2012
19 Juli 2012
Setelah lebih dari satu dasawarsa pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal, mungkin banyak aparat di daerah yang merasa diuntungkan dan memperoleh manfaat dari desentralisasi. Tetapi kalau pertanyaan yang sama ditujukan kepada rakyat di daerah secara langsung, jawabannya masih beragam. Sebagian besar masih melihat bahwa manfaat demokrasi dan desentralisasi bagi peningkatan kesejahteraan mereka belum terasa. Mengapa? Saya menyodorkan jawaban yang mungkin juga sudah dikemukakan oleh banyak pakar desentralisasi di Indonesia, yaitu bahwa ternyata peran pemerintah daerah dalam memanfaatkan anggaran publik bagi peningkatan kesejahteraan masih begitu rendah. Dalam sebuah seminar yang juga dihadiri oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Ketua Bappenas, Prof. Armida Alisjahbana, saya menyampaikan pendapat ini di depan peserta seminar yang terdiri dari para mahasiswa MIE (Magister Ilmu Ekonomi) Unpad dan para pejabat pemerintah daerah. [selengkapnya...]
 
Forum DPD untuk Uji Sahih Revisi UU 33/2004 ttg Hubungan Keuangan Pusat-Daerah, Novotel, Jogja
15 Mei 2012
Sebagai sebuah lembaga perwakilan, fungsi DPD (Dewan Perwakilan Daerah) masih termasuk inferior jika dibanding DPR. Tetapi para wakil rakyat di DPD itu tampaknya lebih punya banyak waktu untuk mendengarkan suara publik melalui berbagai seminar, lokakarya, komunikasi teknis, dsb, di dalam negeri. Saya masih berharap bahwa forum-forum itu tidak sekadar formalitas dan benar-benar dimanfaatkan oleh para wakil rakyat untuk menyerap aspirasi terkait rumusan kebijakan yang mereka agendakan sebagai legislator. Di Jogja, kali ini para anggota DPD menggelar uji sahih terhadap rancangan undang-undang untuk merevisi UU 33/2004. Dari naskah akademik dan draf RUU yang sudah dibagikan, saya melihat bahwa memang ada beberapa kemajuan terkait rumusan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Cara perhitungan DBH, DAU, dan DAK dijabarkan secara lebih rinci di dalam rancangan UU ini. Siklus anggaran yang dibedakan antara pemerintah pusat (sejalan dengan tahun kalender) dan pemerintah daerah (mulai tgl 1 April dan berakhir 31 Maret tahun berikutnya) mungkin juga akan memecahkan sebagian persoalan penyerapan anggaran daerah selama ini. Tetapi dalam forum ini saya juga sampaikan kekagetan saya karena ternyata dana transfer antara lain meliputi kategori DTL (Dana Transfer Lainnya) yang tidak dijelaskan lebih lanjut. Terus-terang saya khawatir bahwa ini hanya akan memberi cek kosong kepada para politisi untuk mengakomodasi Dana Penyesuaian yang selama ini banyak dikritik sebagai dana pork-barrel (gentong-babi) yang alokasinya tidak transparan, tidak efektif, dan sarat dengan kepentingan politik para legislator. [selengkapnya...]
 
Implementasi e-KTP, Isu Kebijakan Adminduk di Indonesia, hotel Pangeran, Pekanbaru
10 Mei 2012
Memenuhi undangan IPDN kampus Riau di Rokan Hilir, saya memaparkan isu kebijakan administrasi kependudukan (Adminduk) di Indonesia yang belakangan ini menjadi sorotan karena adanya kebijakan nasional membuat e-KTP. Harus diakui bahwa langkah untuk membentuk e-KTP sebagai sebuah SIN (Single Identity Number) bagi seluruh warga-negara yang sudah dewasa merupakan langkah penting untuk merapikan sistem kependudukan dan menjadi pintu masuk bagi reformasi birokrasi di Indonesia. Namun registrasi kependudukan secara nasional bagi lebih dari 170 juta orang itu memang bukan perkara mudah. Saya mencoba menjelaskan persoalan ini dari segi teori, implementasi kebijakan yang sudah dilaksanakan di daerah, perbandingan dengan pengalaman internasional, serta isu-isu kebijakan di masa mendatang yang harus diantisipasi oleh para perumus kebijakan dan pelaksana Adminduk di tingkat daerah. [selengkapnya...]
 
Reformasi Kepegawaian, Analisis Beban Kerja dan Penilaian Kinerja Pegawai, Komisi A, DPRD Prov DI Yogyakarta
16 April 2012
Pembicaraan yang lebih teknis mengenai struktur dan kebutuhan reformasi kepegawaian di jajaran Pemprov DI Yogyakarta dilakukan dalam forum diskusi tahap ke-2 sesuai permintaan Komisi A, DPRD Provinsi DIY. Apakah profil pegawai di provinsi DIY sudah sesuai dengan kebutuhan beban kerja dan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik? Tidak mudah menjawab pertanyaan ini ketika peta kompetensi pegawai di seluruh SKPD belum terlihat secara objektif dan jelas. Oleh sebab itu, saya bersama Dr. Ely Susanto mencoba memulai diskusi yang produktif dengan mengajak para peserta dari lingkungan legislatif maupun eksekutif untuk melihat persoalannya dengan teori yang mutakhir dan sekaligus melihat data mutakhir yang ada. Hal yang mendasar untuk memulai reformasi kepegawaian adalah kerjasama, koordinasi, dan sinkronisasi kebijakan yang kuat antara lembaga yang bertugas merancang desain organisasi, mengelola manajemen kepegawaian, serta melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pegawai. Untuk hal ini, saya mengingatkan agar para pejabat di BKD, Biro Organisasi dan Tatalaksana, serta Badan Diklat Provinsi untuk memulai reformasi kepegawaian dengan komitmen yang tinggi. Sudah barang tentu, komitmen politik dari unsur DPRD juga sangat diperlukan untuk melaksanakan reformasi kepegawaian lengkap dengan unsur-unsur pelaksanaannya, dari analisis beban kerja, analisis jabatan, rekrutmen pegawai, hingga penerapan sistem imbalan yang tepat. [selengkapnya...]
 
Reformasi Birokrasi, RUU ASN dan Penataan Kepegawaian, Komisi A, DPRD Provinsi DIY
02 April 2012
Saya hadir dalam dialog Eksekutif-Legislatif yang diselenggarakan oleh Komisi A, DPRD D.I. Yogyakarta dengan pikiran positif bahwa dialog ini akan mendorong ke arah perubahan manajemen kepegawaian. Di sebagian besar daerah, manajemen kepegawaian tampaknya memang tidak langsung terkait dengan misi dan tujuan dari kegiatan pemerintahan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dan memberi pelayanan yang responsif kepada warga. PNS sudah punya citra buruk sebagai jajaran pegawai yang kinerjanya rendah, statis, dan kurang responsif terhadap kebutuhan warga. RUU ASN yang sedang digodok di DPR diharapkan menjadi pintu masuk bagi reformasi kepegawaian dengan mengedepankan rekrutmen pegawai berdasarkan sistem kontrak dan penilaian kinerja yang lebih objektif. Di provinsi DIY, struktur organisasi dengan jumlah pegawai yang hanya sebesar 7.300 orang sebenarnya cukup ramping. Namun ternyata dari analisis awal BKD, Pemprov DIY ternyata masih mengalami over-staffed sebanyak 2.000 sedangkan di jabatan-jabatan tertentu terjadi under-staffed sebanyak 1.500 orang. Masalahnya adalah bahwa BKD tidak mungkin hanya sekadar mengalihkan kelebihan pegawai itu ke jabatan yang masih kekurangan karena kompetensi dan kualifikasi pegawai yang tidak cocok. Lalu bagaimana memecahkan persoalan ini? Dialog ini memang masih sangat awal dan perlu ditindaklanjuti untuk dapat memperoleh analisis dan rekomendasi kebijakan kepegawaian yang tepat. [selengkapnya...]
 
"Kepentingan Publik Yang Dikorbankan", Seminar BEM Se Jawa Timur, Unsuri, Surabaya
27 Maret 2012
Panitia seminar BEM se Jawa Timur menyodorkan pada saya tema tentang proses perumusan kebijakan publik di Indonesia. Sebuah tema yang begitu luas. Namun saya mencoba memenuhi permintaan tersebut dengan mengambil satu tahapan dalam proses perumusan kebijakan publik yang sangat menentukan, yaitu kebijakan penganggaran. Dengan memahami berbagai persoalan dalam anggaran publik di Indonesia, baik dari sisi pendapatan (revenues) mau belanja (expenditures) kita bisa memahami betapa proses perumusan kebijakan publik tersebut masih sangat dipengaruhi oleh kepentingan individu dan kelompok, bukan kepentingan publik sebagaimana seharusnya. Selain korupsi politik yang semakin menggerogoti efektivitas dan efisiensi anggaran, banyak alokasi anggaran publik yang tidak dikendalikan secara profesional. Akibatnya dapat dipahami bahwa kontribusi anggaran publik terhadap upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di Indonesia hanya sebesar 8,9 persen saja. Saya berharap bahwa para mahasiswa sebagai generasi intelektual pemilik masa depan Indonesia akan mampu memahami dan mencari solusi atas persoalan ini di masa mendatang. [selengkapnya...]
 
Inefisiensi Anggaran dan Masalah Integritas Pejabat Publik di Indonesia, Pidato Semesteran, Jurusan MKP
15 Maret 2012
Melestarikan tradisi di Jurusan MKP, Fisipol UGM, bahwa setiap awal semester disampaikan pidato dengan topik tertentu dari salah seorang dosen. Di semester II tahun 2011/2012 ini, kebetulan giliran saya yang harus menyampaikan pidato atau kuliah umum. Saya sengaja mengambil topik "Inefisiensi Anggaran dan Masalah Integritas Pejabat Publik di Indonesia" dengan harapan bahwa ini menjawab salah satu persoalan penting yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Penggunaan dana dari anggaran publik memang sedang memprihatinkan sehingga peran pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat masih sangat rendah. Tapi isu tentang anggaran publik ternyata bukan hanya menyangkut hal-hal teknis mengenai mekanisme anggaran, tetapi juga sangat relevan dengan masalah komitmen politik, perumusan kebijakan publik hingga rendahnya integritas pejabat publik di Indonesia. Saya harap para mahasiswa yang akan menduduki jabatan-jabatan politis dan posisi penting dalam birokrasi akan bisa belajar banyak dari kesalahan yang selama ini telah dibuat. [selengkapnya...]



 
   Copyright © 2020 Wahyudi Kumorotomo. All rights reserved.