Seandainya peraturan ini disahkan pada awal tahun 2000-an ketika tuntutan akan otonomi daerah begitu kuat, tentu banyak tokoh di kabupaten/kota yang menganggap PP ini sebagai upaya re-sentralisasi. Namun situasi kini sudah berubah, dan diharapkan para tokoh politik itu lebih realistis dan lebih rasional dalam melihat hasil-hasil dari kebijakan otonomi daerah yang selama ini telah dijalankan. Begitu kuatnya sentimen untuk menuntut otonomi penuh bagi semua urusan agar dapat diserahkan ke tingkat kabupaten/kota. Tetapi banyak bukti yang menunjukkan bahwa tidak semua daerah benar-benar dapat menjalankan tugasnya menyelenggarakan pelayanan publik sesuai harapan rakyat. Kecuali itu, otonomi yang kebablasan justru menyulitkan sistem koordinasi pembangunan antar daerah, sesuatu yang sangat penting bagi upaya pengembangan kawasan secara komprehensif. Namun apakah PP No.19/2010 ini sudah pas menempatkan fungsi para gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah? Inilah yang masih perlu dicermati dalam implementasinya.
[selengkapnya...]
PP No.16/2010 tentang Penyusunan Tata-Tertib DPRD
01 Maret 2010
Peraturan baru mengenai penyusunan Tatib (Tata-Tertib) DPRD ini merupakan tindak-lanjut dari UU No.27/2009 tentang Susduk MPR, DPR,DPD dan DPRD. Semangat yang melandasinya adalah bagaimana menciptakan sistem kawal dan imbang (checks and balances) agar antara kekuasaan eksekutif dan legislatif di daerah dapat "berjalan serasi dan tidak saling mendominasi". Kata-kata yang terdapat di dalam tanda kutip di sini terasa klise dan di dalam praktik memang sangat sulit dilaksanakan. Kalau sekarang di dalam PP ini diatur agar kinerja DPRD menjadi lebih profesional dan bertanggungjawab, juga masih harus dilihat bagaimana pelaksanaannya nanti. Sebagai contoh, dalam PP ini tampaknya pagar etika politik hendak diperkuat dengan diutamakannya fungsi BK (Badan Kehormatan) sedangkan struktur Balegda diefisienkan. Apakah ketentuan ini akan bisa meningkatkan kinerja anggota DPRD yang kebanyakan masih kecewa karena fungsi pengawasannya dipereteli dengan ketentuan lain mengenai LKPJ? Praktik interaksi legislatif-eksekutif yang sesungguhnya yang akan membuktikan. Yang jelas, terbitnya PP ini akan membuat kelabakan banyak anggota dewan di daerah yang sudah telanjur membuat Tatib berdasarkan peraturan yang lama.
[selengkapnya...]
Apakah BLU sama dengan SARA?, Diskusi Terbatas LAN, Bandung
10 Oktober 2009
Dari segi rancangan organisasi, konsep tentang BLU (Badan Layanan Umum) sejalan dengan konsep yang secara internasional disebut SARA (Semi-Autonomous Revenue Agency). Bentukan organisasi semacam ini dimaksudkan untuk menjalankan kegiatan yang langsung berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat tetapi dari segi pembiayaan tidak tergantung kepada anggaran pemerintah. Oleh sebab itu, SARA bersifat otonom dalam hal keuangan, dan bisa merencananakan perencanaan, pendanaan, dan pengembangan institusi yang berbeda dengan organisasi pemerintah pada umumnya. Namun apakah pembentukan BLU di Indonesia bisa mengakomodasi konsep tersebut? Banyak yang khawatir bahwa sifat otonom secara keuangan akan membuat layanan BLU menjadi lebih mahal dan tidak mengedepankan kepentingan umum. Sebaliknya, pihak yang optimis menyambut baik pembentukan BLU sebagai sebuah terobosan karena kebuntuan dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia.
[selengkapnya...]
PP No.3 th 2007 Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
27 Februari 2009
By kumoro | February 27, 2008
Peraturan Pemerintah yang mengubah bentuk dan mekanisme pertanggungjawaban Kepala Daerah ini bagi sebagian pihak disoroti sebagai bentuk pemandulan terhadap kekuasaan legislatif di daerah. Betulkah? Dari format pertanggungjawaban yang ada, sesungguhnya PP ini menyiratkan adanya “triple accountability”, bahwa Kepala Daerah secara vertikal bertanggungjawab kepada pemerintah atasannya, secara horisontal bertanggungjawab kepada DPRD dan juga tetap harus bertanggungjawab kepada rakyat. Mekanisme baru seperti ini yang perlu terus diuji dan dicermati keampuhannya.
PP No.78 tahun 2007 ttg Tatacara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah
03 Februari 2009
By kumoro | February 19, 2009
Inilah peraturan pemerintah yang menggantikan PP No.129 tahun 2000 yang dipandang kurang ampuh untuk menghentikan pemekaran daerah. Selain tentang pembentukan daerah baru, peraturan ini bicara tentang penghapusan dan penggabungan daerah. Masalahnya, selama ini yang selalu terjadi adalah “pembentukan” daerah baru, belum pernah terjadi penghapusan atau penggabungan daerah-daerah secara administratif, baik untuk tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Karena itu, walaupun PP ini telah disahkan, masih tetap bisa dipertanyakan keras-keras seberapa besar efektivitas dari produk peraturan ini.
PP No.5 th 2009 ttg Bantuan Keuangan kepada Partai Politik
03 Februari 2009
By kumoro | February 25, 2009
Salah satu perbaikan penting yang harus dicermati dalam menciptakan sistem penganggaran yang transparan adalah tentang ketentuan bantuan dari dana publik kepada Partai Politik. Sesungguhnya, kebijakan yang terbaik bagi masa depan demokrasi dan upaya mendidik Parpol adalah meniadakan bantuan dari anggaran publik dalam bentuk apapun. Tetapi apaboleh buat, bantuan keuangan itu masih saja dialokasikan. Yang masih bisa dilakukan adalah bagaimana setiap pihak dapat mengontrol dan menjamin transparansinya.
Peraturan Pemerintah No.41 th 2007 ttg Organisasi Perangkat Daerah
06 Agustus 2008
By kumoro | August 6, 2007
Dalam masa transisi pemerintahan daerah, dapat diikuti beberapa peraturan yang menunjukkan arah perubahan kebijakan menyangkut susunan organisasi dan tatalaksana pemerintahan daerah. PP No.84 tahun 2000 yang memberikan keleluasaan penuh kepada daerah untuk membentuk organisasi ternyata justru mengakibatkan proliferasi organisasi, satuan-satuan organisasi Pemda membengkat tanpa penyesuaian dengan kebutuhan riil daerah. Lalu, PP No.8 tahun 2003 dimaksudkan untuk mengerem kecenderungan itu dengan memberi pedoman struktur organisasi yang terbatas, misalnya saja ketentuan bahwa jumlah dinas maksimal bagi kabupaten/kota adalah 14 dinas sedangkan jabatan struktural tidak boleh lebih dari 370 jenis jabatan. Ketentuan ini lalu dianggap oleh banyak daerah sebagai ketentuan yang membatasi ruang gerak daerah untuk membentuk perangkat yang dibutuhkan. Maka terbitnya PP No.41 tentang organisasi perangkat daerah diharapkan mampu mencapai dua tujuan sekaligus: memberi kesempatan kepada daerah untuk membentuk satuan yang dibutuhkan tetapi juga mengerem kecenderungan proliferasi organisasi. Kriteria untuk menentukan besaran organisasi perangkat daerah juga diperjelas dengan bobot 40% untuk variabel jumlah penduduk, 35% untuk variabel luas wilayah, dan 25% untuk variabel volume APBD. Diharapkan bahwa kelemahan-kelemahan yang ada pada produk peraturan sebelumnya akan dapat diatasi dengan terbitnya PP ini.
PP No.38 th 2008 ttg Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
14 Juli 2008
By kumoro | July 14, 2008
Ketentuan mengenai manajemen aset publik sudah diatur dengan sangat rinci di dalam PP No.6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Di dalamnya sudah terdapat 10 fungsi manajemen aset publik, yaitu: perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, serta pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Bentuk-bentuk pemanfaatan aset publik juga sudah mengakomodasi berbagai kemungkinan seperti pembelian, sewa, pinjam-pakai, kerjasama pemanfaatan, hingga bangun-guna-serah (Built-Operate-Transfer, BOT) dan bangun-serah-guna (Built-Transfer-Operate).
Akan tetapi, ketentuan-ketentuan di dalam PP No.6 tahun 2006 tersebut tampaknya dirasa terlalu prosedural terutama terkait dengan kebutuhan untuk menarik investasi dari luar negeri. Banyak negara tetangga yang ternyata lebih liberal dalam investasi karena memberikan kemungkinan jangka waktu investasi yang relatif lama, yang tentu terkait dengan pengelolaan aset publik oleh para investor asing. Oleh sebab itu, peraturan tersebut kemudian direvisi dengan terbitnya PP No.38 tahun 2008.
PP No.26 th 2008 tentang Tata-Ruang Wilayah Nasional
14 Juli 2008
By kumoro | July 14, 2008
Peraturan ini merupakan upaya untuk merinci hal-hal teknis menyangkut tata-ruang nasional sesuai dengan amanat UU No.26 th 2007 tentang Reencana Tata-Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Tuntutan kebijakan baru mengenai tata-ruang juga mengharuskan penggantian terhadap produk peraturan yang lama, yaitu PP No.47/1997 yang telah berlaku selama 10 tahun belakangan ini. Diharapkan bahwa produk peraturan baru ini benar-benar dapat dilaksanakan sebagai pedoman pengembangan rencana spasial di Indonesia.