Fungsi dan peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penegakan Perda, Restoran Pringsewu, Sleman
11 Desember 2012
Memenuhi undangan seorang kawan baik, Drs. Fatoni Budi Prabowo (Kabid Trantib Pol PP) dan Drs. Joko Supriyanto (Kepala Sat Pol PP Kabupaten Sleman) saya menghadiri sebuah lokakarya tentang Rancangan Perda Ketertiban Umum yang dibuat di Kabupaten Sleman. Masalah penegakan Perda tentang Ketertiban Umum menjadi isu cukup penting karena banyak kelompok pedagang kaki lima (PKL), anak jalanan, pengemis dan kelompok-kelompok kaum pinggiran lain yang sering menjadi sasaran dari operasi justisia Satpol PP. Isu tentang aparat Satpol PP yang bertindak melampaui batas pernah mencuat misalnya dalam kasus di kawasan Boulevard Surabaya ketika seorang balita tewas terguyur kuah panas dari gerobak bakso milik PKL. Apakah sebenarnya yang harus dilakukan oleh Pemda ketika menegakkan aturan dan mengupayakan ketertiban di tempat-tempat umum, terutama di banyak kawasan yang tengah mengalami transisi ke perkotaan? Bagaimana pola penertiban yang semestinya ketika semangat untuk memberantas Pekat (Penyakit Masyarakat) dan memberikan rasa nyaman bagi semua warga berhadapan dengan kepentingan usaha kaum menengah ke bawah? Melalui forum lokakarya ini saya berusaha membantu Pemda pada sebuah persoalan teknis yang ternyata tidak mudah merumuskan dan mengatasinya.
[selengkapnya]
Penganggaran untuk Sektor Kesehatan di Daerah, Lokakarya Dinkes Prov Jateng, hotel Artos, Magelang
19 Oktober 2012
Kali ini saya harus berbicara mengenai sektor yang selama ini kurang saya pahami dengan baik, yaitu sektor kesehatan. Tetapi undangan dari Pemprov Jawa Tengah tetap saya penuhi mengingat bahwa yang dibahas adalah sesuatu yang sudah cukup lama saya geluti, yaitu tentang perencanaan program dan penyusunan anggaran di daerah. Ada sekitar 40 peserta yang mengikuti lokakarya perencanaan pembangunan di sektor kesehatan ini dan saya melihat antusiasme yang begitu besar seperti tampak dari berbagai pertanyaan yang diajukan oleh peserta. Provinsi Jawa Tengah termasuk yang memiliki komitmen yang cukup besar pada kesehatan masyarakat seperti terlihat dari alokasi dalam APBD yang mencapai hingga sekitar 15 persen. Yang jauh lebih penting sebenarnya adalah memastikan agar program-program yang disusun oleh Pemda tersebut betul-betul menyentuh kebutuhan dasar masyarakat terkait pelayanan kesehatan dasar. Ini bukan persoalan sepele karena ternyata di tengah pertumbuhan ekonomi nasional yang membanggakan, ternyata masih banyak warga masyarakat yang belum tersentuh oleh fasilitas imunisasi bagi anak usia dini, menyandang gizi buruk, atau kurang mendapat fasilitas pengobatan murah dari program-program pemerintah.
[selengkapnya]
"Ideologi Anti-Korupsi", Kedaulatan Rakyat
18 Oktober 2012
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pidato singkat tanggal 8 Oktober 2012 telah mengambil sikap yang tegas terhadap konflik terbuka antara KPK dan Polri. Tetapi melihat perkembangan yang terjadi kemudian, banyak yang tetap khawatir bahwa sikap tegas presiden tersebut tidak akan bisa terlaksana secara konsisten. Pengalaman menunjukkan bahwa pembangkangan, atau setidaknya pemelintiran, terhadap perintah presiden cukup sering terjadi. Publik harus terus waspada terhadap apa yang dilakukan oleh para penegak hukum terhadap para koruptor di negeri ini. Namun di tengah upaya untuk terus mewaspadai tindak-lanjut dari perintah presiden, sesungguhnya ada pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh masyarakat kita sendiri. Benarkah kita sendiri sudah konsisten dalam upaya untuk mencegah korupsi, atau lebih tepatnya tindakan korup? Untuk itulah saya kembali menulis tentang pentingnya ideologi anti-korupsi untuk terus ditumbuhkan di negeri ini. Dengan melihat contoh dari banyak negara, kita dapat melihat betapa pentingnya sikap tanpa kompromi diantara masyarakat sendiri ketika berhadapan dengan berbagai kemungkinan perilaku yang masuk kategori korupsi, seperti suap, uang-rokok, upeti, dan sebagainya. Kita memang harus mulai dari setiap individu atau setidaknya setiap unit kecil dari bangsa ini, yaitu keluarga. Saya agak kesulitan untuk mencari versi cetak dari artikel saya ini di harian Kedaulatan Rakyat, tetapi di sini saya unggah artikel asli yang saya kirim ke redaksi.
[selengkapnya]
Bedah RUU ASN, Komisi II DPR, hotel Sahid Jaya, Jakarta
03 Oktober 2012
Sebuah forum diskusi yang cukup panas berlangsung dalam acara Bedah RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diselenggarakan oleh Komisi II DPR. Dari segi konseptual, pembuatan Naskah Akademik maupun RUU yang telah berlangsung selama dua tahun terakhir ini sebenarnya banyak yang bersifat progresif untuk mengatasi berbagai persoalan yang membelit birokrasi publik di Indonesia. Sebagian besar anggota DPR di Komisi II tampaknya sudah setuju dengan gagasan mengenai penyederhanaan jabatan struktural di kalangan PNS, pembentukan JES (Jabatan Eksekutif Senior), pemberian remunerasi berdasarkan kinerja, pembentukan KASN (Komite Aparatur Sipil Negara, pengenalan sistem rekrutmen pegawai berdasarkan kontrak, dan banyak lagi aspek positif perubahan yang hendak diatur di dalam undang-undang. Tetapi tampaknya resistensi justru berasal dari jajaran pemerintah sendiri karena kesalahpahaman dalam konsep, kekhawatiran akan hilangnya jabatan, berkurangnya tunjangan struktural, keharusan untuk memenuhi standar kinerja, dan sebagainya. Sebagai salah satu narasumber, saya menangkap begitu kuatnya saling curiga antara lembaga eksekutif dan legislatif di republik ini. Di tengah perdebatan yang panas ini, barangkali akan lebih baik jika diskusi dan konsultasi publik ini selanjutnya bisa digelar dengan lebih banyak melibatkan kalangan civil-society seperti LSM, akademisi, wartawan, dan masyarakat pada umumnya sehingga pertentangan pendapat tidak sekadar terjadi secara diametral seperti yang saya rasakan dalam forum ini.
[selengkapnya]
Menyoal Kewenangan Banggar
27 September 2012
Begitu banyak pihak yang prihatin dengan maraknya korupsi yang dilakukan oleh para wakil rakyat di DPR, terutama mereka yang duduk di Banggar (Badan Anggaran). Korupsi politik yang terjadi itu tampaknya berlangsung secara sistemik, meluas dan berulang-ulang sehingga seolah-olah tidak ada yang bisa mencegahnya. Bahkan aparat penindak hukum seperti KPK sudah mulai kewalahan karena begitu banyaknya kasus korupsi yang terungkap. Oleh sebab itu, bisa dipahami jika banyak orang yang menyarankan agar keberadaan Banggar dievaluasi, atau bahkan kalau perlu dibubarkan. Suara-suara yang menuntut pembubaran Banggar ini sudah banyak muncul di media sosial. Tetapi apakah begitu mudah membubarkan Banggar dan kewenangan bujeter DPR yang sudah dijamin oleh konstitusi itu? Apa yang dapat dilakukan untuk mencegahnya. Saya mencoba memetakan persoalan ini dari segi ketata-negaraan maupun dari segi teknis penganggaran. Tulisan ini saya kirimkan ke harian Kompas, tapi tampaknya redaksi belum mau memuatnya karena artikel dengan tema seperti ini memang dengan mudah tertelah oleh hiruk-pikuk Pilkada DKI Jakarta tempo hari.
[selengkapnya]
"Pushing the Nuts and Bolts of Bureaucratic Reform, Not Just Increase the Salary", Jakarta Post
31 Agustus 2012
Bersamaan dengan perhelatan yang digelar oleh Inspire, yang digelar bersama oleh Ausaid, Setwapres dan Menpan dan RB, saya diminta oleh panitia untuk menulis artikel yang dikirim ke Jakarta Post. Saya ingin mengajak semua pemangku kepentingan untuk melihat secara jernih permasalahan reformasi birokrasi dan mengaitkan hal-hal yang bersifat konseptual dengan aspek-aspek strategis maupun teknis. Salah satu kendala mengapa pemerintah sulit memacu kinerja para PNS di Indonesia ialah sistem penggajian yang tidak ada kaitan langsung dengan kinerja. Sistem penggajian yang membuat orang malas bekerja dan bertanggungjawab atas pekerjaannya ini harus dirombak secara mendasar. Saya tidak serta-merta menolak upaya pemberian remunerasi yang lebih baik bagi PNS. Tetapi yang jauh lebih penting adalah mengaitkan perbaikan gaji itu dengan kualitas kerja pegawai secara individual. Inilah yang untuk kesekian kalinya dilupakan ketika rumusan-rumusan "grand design" reformasi ditetapkan. Sudah saatnya reformasi birokrasi tidak sekadar diwacanakan, tetapi benar-benar dilaksanakan dan dipantau hasil-hasilnya secara berkesinambungan.
[selengkapnya]
Konsep Kesejahteraan Sosial dan Penyimpangan Dana Bansos, Diskusi Internal KPK, 29 Agustus 2012
29 Agustus 2012
Memenuhi undangan diskusi internal dari Deputi Pimpinan Bidang Pencegahan di KPK, saya hadir dengan memaparkan beberapa konsep ideal tentang negara kesejahteraan, gagasan tentang kebijakan sosial serta praktik implementasi penggunaan dana Bansos (Bantuan Sosial) di Indonesia. Saya sangat senang dengan forum ini karena disamping berbicara bersama para pakar ekonomi kerakyatan Prof. Sri Edi Swasono dan Dr. Revrisond Baswir, diskusi juga diikuti secara serius oleh tiga dari lima pimpinan KPK, yaitu Busyro Muqoddas, Bambang Widjoyanto, dan Zulkarnain. Sebagaimana diketahui oleh publik, penggunaan dana Bansos oleh jajaran pemerintah pusat maupun pemerintah daerah banyak yang kurang efektif, salah sasaran, atau bahkan mengalami banyak penyimpangan. Tetapi persoalan yang sangat serius di Indonesia sebenarnya bermula dari kelemahan dalam pelaksanaan konsep negara kesejahteraan (welfare state) dan tugas negara dalam pemenuhan kesejahteraan sosial yang menyeluruh seperti terdapat di dalam amanat UUD 1945. Pelaksanaan konsep Bantuan Sosial seperti tercantum di dalam UU No.11/2009 juga rancu karena pemanfaatan dana bantuan sosial yang terdapat bukan saja di Kementerian Sosial tetapi juga di hampir semua jajaran K/L ternyata tumpang-tindih dengan Tupoksi utama dari masing-masing kementerian. Di daerah, penyimpangan dana Bansos juga sering terjadi karena alokasinya sangat tergantung kepada diskresi Kepala Daerah sehingga sering hanya sekadar menjadi dana taktis Gubernur, Bupati atau Walikota. Bagaimana mengurai benang kusut ini? Perubahan kebijakan yang radikal mungkin sangat diperlukan. Tetapi saya berharap para personil di KPK bisa memulai dengan mencegah maupun menindak penyimpangan yang sudah sering terjadi.
[selengkapnya]
Keterlibatan Multi-Stakeholders dalam Pemberantasan Korupsi di Pengadaan, hotel Phoenix, Jogja
13 Agustus 2012
Kalau diketahui bahwa sebagian besar tindak pidana korupsi di Indonesia bermula dari pengadaan barang dan jasa, apakah memang manajemen pengadaan kita masih lemah? Banyak hal yang bisa diperdebatkan dari pertanyaan ini. Yang jelas, begitu banyak kasus besar korupsi di Indonesia belakangan ini seperti kasus Wisma Atlet di Palembang, fasilitas olah-raga di Hambalang, instalasi panel surya untuk listrik pedesaan, hingga pengadaan kitab suci Al Quran, terjadi sejak saat perumusan kebijakan untuk melakukan pengadaan. Dengan kata lain, pencegahan korupsi di bidang pengadaan bukan hanya soal administrasi pengadaan atau soal pelanggaran prosedur. Ada begitu banyak mekanisme pengadaan yang prosedurnya sangat rapi, tetapi di dalamnya penuh pat-gulipat dan rekayasa. Itulah sebabnya mengapa implementasi e-procurement perlu terus dikembangkan dalam sistem pengadaan. Pengembangan sistem juga menuntut agar sistem peraturan pengadaan tetap mengacu kepada praktik internasional yang baik sehingga Indonesia bisa terus memperbaiki reputasi mengenai integritas di bidang pengadaan. Di atas semua itu, penyempurnaan sistem pengadaan dan upaya pencegahan korupsi di bidang pengadaan harus melibatkan berbagai pihak, bukan saja unsur pemerintah, tetapi juga pihak swasta, serta unsur-unsur civil society yang lebih luas.
[selengkapnya]
Ketawang Puspawarna, Slendro Manyura
12 Agustus 2012
Gendhing Ketawang Puspawarna ingkang jangkep wonten 7 gatra. Gendhing menika cocog menawi kababar wonten ing wekdal mirunggan kagem mirengaken uyon-uyon manasuka. Cengkok gender estunipun kalebet gampil dipun apalaken; Kuthuk Kuning, Tumurun, Dhuwa Lolo, lan Ela-elo. Nanging penabuh kedah terampil ugi ngginakaken cengkok gantungan lan tambahan supados jumbuh kaliyan tabuhan slenthem. Sumangga para sutresna kawula aturi nyobi tabuhanipun lan ngapalaken geronganipun.
[selengkapnya]
Ladrang Sri Slamet Slendro Manyura
09 Agustus 2012
Benten kaliyan Ladrang Pangkur ingkang luwes, notasi genderan kagem Ladrang Sri Slamet langkung njlimet lan kedah dipun apalaken piyambak dening penggender pemula. Nanging estunipun kathah wanda ingkang namung ngambali cengkok nduduk utawi gantungan. Kagem wiraswara ingkang nggadhahi vokal inggil, gendhing menika cocog lan sampun saged ngresepaken swasana kanthi namung dipun wongsal-wangsuli.
[selengkapnya]