Tahun 2024 ini rakyat Indonesia akan mengadakan perhelatan besar: Pemilu untuk meneruskan regenerasi kepemimpinan. Ada banyak pendapat bahwa Indonesia sedang mengalami "democracy backsliding" sehingga kualitas hasil Pemilu kali ini banyak diragukan. Betulkah?
Maret 2024
Hari ini
Mg Sn Sls Rb Kms Jmt Sbt
252627282912
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930
31123456
 

Arsip Artikel



Penganggaran Publik adalah Kebijakan Multi-Dimensi
23 Februari 2010
Apakah APBN dan APBD sebagai instrumen anggaran publik sudah berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat? Ini adalah salah satu pertanyaan pokok mengenai relevansi anggaran pemerintah terhadap kepentingan publik. Sebagai pengantar kuliah Penganggaran Publik di program S-2 AN, pertama-tama saya mengajak para mahasiswa untuk memahami proses penganggaran (budgeting) di sektor publik sebagai suatu kebijakan multi-dimensi. Penganggaran publik tidak bisa semata-mata dipahami dari perspektif ekonomi saja, tetapi juga perspektif politik dan perspektif administrasi. Setelah bangsa Indonesia berjuang keras untuk melalui transisi ke arah demokrasi, ternyata masih terdapat banyak bukti bahwa kebijakan penganggaran belum benar-benar berhasil menjawab aspirasi masyarakat. Begitu banyak sumberdaya dan dana yang dialokasikan oleh negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi muaranya justru kembali kepada para pejabat, elit politik dan pihak-pihak swasta yang menjadi klien dari para penguasa itu. Itulah sebabnya, penting bagi para mahasiswa yang akan menjadi perumus kebijakan untuk memahami proses penganggaran publik secara lebih komprehensif. Memahami proses penganggaran memang perlu pendekatan inter-disipliner supaya perspektif perumusan kebijakan yang dikuasai juga semakin luas. [selengkapnya]
 
Apa Pentingnya Etika?
22 Februari 2010
Sebagai awal dari perkuliahan pada Semester genap 2009/2010, seperti biasa kuliah Etika Administrasi Negara didahului dengan penjelasan silabus dan profil kuliah secara keseluruhan. Tetapi untuk pengantar kali ini saya ingin membahas secara lebih rinci apa pentingnya etika. Di tengah badai krisis multi-dimensional yang dialami bangsa Indonesia, banyak yang tampaknya tidak lagi melihat relevansi etika. Tetapi dari berbagai fakta tentang sejarah peradaban bangsa-bangsa di dunia, saya mendapatkan banyak bukti meyakinkan bahwa justru penghayatan etika itulah yang menentukan maju atau mundurnya suatu bangsa. Fakta ini tidak dapat dipungkiri karena didasarkan pada data tentang perkembangan suatu bangsa selama beberapa abad. Satu hal yang jelas adalah bahwa bangsa yang maju pada akhirnya adalah bangsa yang memahami dan menerapkan nilai-nilai etika secara konsisten. Lalu, dari sini dapat dijelaskan lebih lanjut relevansi dari Etika Administrasi Negara dalam upaya reformasi birokrasi publik di Indonesia. [selengkapnya]
 
Hubungan Keuangan Pusat-Daerah
20 Februari 2010
Persoalan mendasar dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia ialah premisnya yang semata-mata didasarkan pada pembagian hasil penerimaan (revenue sharing) dan bukan devolusi kewenangan fiskal kepada daerah (fiscal sharing). Setelah kebijakan desentralisasi dilaksanakan sejak tahun 2001, semakin terlihat bahwa tidak terlalu banyak perubahan mendasar dalam peningkatan kemampuan fiskal daerah. Disamping itu, yang semakin mengkhawatirkan adalah bahwa setelah lebih dari 25% pendapatan pemerintah sudah dialokasikan ke daerah, ternyata kinerja pelayanan publik tidak menunjukkan peningkatan kualitas yang memadai. Sebaliknya, data yang ada menunjukkan bahwa dana publik yang tersedot untuk menggelindingkan birokrasi ternyata jauh lebih besar daripada belanja yang diperuntukkan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah. Untuk sesi kuliah ini, saya mendapatkan banyak data dan informasi dari Pak Donny (Drs. Reydonnyzar Moenek, MPM), Direktur Pendapatan Daerah, Depdagri. [selengkapnya]
 
Struktur Pajak dan Kebijakan Perpajakan
20 Februari 2010
Untuk dapat merumuskan kebijakan yang tepat di bidang perpajakan, baik di tingkat pusat maupun daerah, para pejabat bukan hanya perlu memahami logika dari struktur pajak tetapi juga implikasi dari semua kebijakan di bidang perpajakan. Sebagai bagian dari kuliah Kebijakan dan Manajemen Keuangan Publik, materi yang saya tampilkan di sini mungkin masih terlalu elementer. Tetapi pengembangan dari pemahaman logika dasar tentang struktur dan implikasi kebijakan pajak ini kiranya tetap diperlukan oleh para mahasiswa S1 maupun S2. [selengkapnya]
 
Paradigma Baru Penanggulangan Bencana
20 Februari 2010
Efektivitas penanggulangan bencana hanya dapat ditingkatkan jika para perumus kebijakan dan perencana pembangunan mampu mengakomodasi paradigma baru tentang "disaster management". Setidaknya, siklus penanggulangan bencana sebagai suatu kegiatan yang bersifat rutin dan terus-menerus harus benar-benar dipahami dengan baik. Harus diakui bahwa kebanyakan perumus kebijakan di Indonesia masih terpancang kepada tahap "emergency response" (tanggap-darurat) ketika terjadi suatu bencana di kawasan tertentu. Paradigma ini harus segera diubah. Penanggulangan bencana harus dilakukan dengan siklus yang bermula dari perencanaan kondisi kontinjensi, mitigasi bencana, tanggap-darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi, hingga pendidikan dan diseminasi tentang ancaman bencana dan persiapan untuk kejadian bencana kepada semua unsur masyarakat. Materi yang saya masukkan di sini sumber utamanya adalah Dr. Puji Pujiono, seorang pakar penggagas UU No.24/2007 yang kini bekerja di banyak negara terkait dengan perencanaan kontinjensi dan penanggulangan bencana. [selengkapnya]
 
Konsep Perencanaan Kontinjensi
20 Februari 2010
Informasi geografis tentang kondisi alam di Indonesia menunjukkan secara jelas bahwa kita berada di wilayah yang rawan bencana. Perubahan iklim yang sangat drastis serta tuntutan masyarakat di berbagai daerah yang semakin beragam menambah lagi tingkat kerentanan (vulnerability) Indonesia terhadap bencana. Tetapi disiplin ilmu tentang penanggulangan bencana (disaster management) justru masih tertinggal. Kendatipun perangkat perundangan yang khusus mengenai penanggulangan bencana telah dibuat dan diratifikasi dengan UU No.24 tahun 2007 dan peraturan teknis lainnya, sebagian besar perumus kebijakan masih memahami masalah ini dengan paradigma yang lama. Oleh sebab itu, diperlukan pembaruan yang serius agar dampak bencana di seluruh Indonesia dapat diminimalkan. Secara teoretis kajian dan diseminasi ilmiah tentang perencanaan kontinjensi yang sangat mendasar bagi sistem penanggulangan bencana harus dilakukan dengan lebih serius. Secara empiris para praktisi dan pelaksana kebijakan harus lebih intensif dalam menciptakan sistem perencanaan yang lebih baik dan memantau mekanisme penanggulangan bencana di masing-masing daerah dengan komprehensif. [selengkapnya]
 
Revisi UU 32/2004 Bidang Keuangan Daerah, Konsultasi Publik, hotel Sahid Raya, Solo
09 Februari 2010
Putaran konsultasi publik mengenai rencana revisi UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah berlangsung seru di beberapa kota. Kali ini LSM Pattiro yang dibiayai oleh program DRSP-Usaid menggelar konsultasi publik di Surakarta untuk menyoroti aspek keuangan daerah. Narasumber yang diundang adalah Ganjar Pranowo (anggota Komisi II DPR dari PDIP), Reydonnizar Moenek (Direktur Administrasi Pendapatan Daerah, Depdagri), dan Poppy Dharsono (anggota DPD dari Jawa Tengah). Peserta yang diundang memang tidak banyak, tidak lebih dari 30 orang. Konon karena hanya mengundang para pakar dan pihak-pihak yang relevan dengan tema pokoknya. Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menyampaikan analisis, kritik dan juga titipan kepada para perumus kebijakan itu agar memperbaiki sistem keuangan daerah di Indonesia yang ternyata belum bisa menjadi instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. [selengkapnya]
 
Peran Badan Kehormatan DPRD, hotel Saphir, Jogja
27 Januari 2010
Terkait dengan kinerja anggota dewan di tingkat pusat maupun daerah yang sering dianggap memble, salah satu alat kelengkapan yang diharapkan peranannya semakin besar adalah Badan Kehormatan. Inilah alat kelengkapan DPR dan DPRD yang dimaksudkan untuk menjaga aspek etis dari para wakil rakyat itu. Tetapi mengingat bahwa lembaga ini dibentuk dan dilaksanakan oleh para anggota dewan sendiri, apakah peran itu bisa diwujudkan secara efektif? Memang tidak mudah untuk menjawabnya. Tetapi setidaknya kita harus berpikir positif mengenai mekanisme internal yang bisa mengendalikan perilaku dan sekaligus kinerja para anggota DPRD sebagai salah satu pilar demokrasi di tingkat daerah. Kali ini saya memaparkan mengenai hal ini di hadapan para anggota DPRD dari Kabupaten Lampung Utara. [selengkapnya]
 
Pembangunan: Definisi dan Indikator
06 Januari 2010
Perdebatan mengenai apakah yang disebut dengan pembangunan dan apa indikator untuk mengukurnya telah berlangsung sekian lama, tetapi tampaknya belum akan berakhir. Rumusan dari Bank Dunia yang mengatakan bahwa pembangunan dapat diukur dari semua indikator pertumbuhan ekonomi mendapat tantangan yang sangat kuat dari rumusan UNDP tentang Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) sebagai indikator yang tepat untuk mengukur kinerja pembangunan. Lalu, di mana posisi para pakar pembangunan di negara-negara berkembang? Karena tidak banyak tulisan pakar yang benar-benar berasal dari dan menguasai persoalan di negara berkembang, memang teoritisi dari negara berkembang masih sangat sedikit. Di tengah semua itu, yang penting dipahami adalah bahwa karena konsep pembangunan itu sendiri bersifat normatif maka penafsiran tentang indikator kinerjanya juga akan terus menjadi bahan perdebatan dan terbuka untuk dikritisi. [selengkapnya]
 
"Melayani Kepentingan Parpol: Masalah Fragmentasi dan Akuntabilitas Kebijakan di Daerah", Analisis CSIS, Vol. 38/2, November 2009
31 Desember 2009
Kehadiran dan peran Parpol (Partai Politik) merupakan bagian penting dari demokratisasi. Betapapun, dalam kehidupan demokratisasi yang sehat Parpol adalah wahana yang harus diperkuat untuk mengontrol kebijakan publik yang diambil oleh pemerintah di tingkat pusat maupun daerah. Tetapi tampaknya Parpol di Indonesia masih belum seperti yang diharapkan dalam sistem demokratis yang sesungguhnya. Sebagian besar Parpol tidak memiliki platform dan ideologi yang jelas. Sementara itu, kebanyakan Parpol telah gagal mewakili aspirasi publik karena lebih banyak dijadikan sebagai alat bagi ambisi politik para tokoh politik di dalamnya. Di daerah, interaksi antara perumus kebijakan dengan para elit Parpol juga menunjukkan kecenderungan ini. Akibatnya, banyak kebijakan publik yang tidak berpihak kepada kepentingan publik. [selengkapnya]



 
   Copyright © 2020 Wahyudi Kumorotomo. All rights reserved.